Abstract

This study aims to describe the use of social media on the attitude of UNJ students in determining the 2019 Presidential and Vice Presidential Candidates. The method used in this study is qualitative by using an interaction model consisting of data reduction, data presentation and conclusions. Data collection techniques used in this study were interviews, observation and documentation with three informants as resource persons. The results showed that social media is not a reason in determining the choice of 2019 presidential and vice presidential candidates. That is because each individual has their own political views. Social media is used as a means of finding information about 2019 presidential and vice presidential candidates. Information that is often obtained on social media is a work program, vision and mission. Usually the information uploaded by the 2019 presidential and vice presidential candidates is easy to understand because it uses language that is easy to remember and understand. But there is some information that must be further studied. In addition, social media can become one of the effective media in accommodating the aspirations of the community if the presidential and vice presidential candidates can respond to the message conveyed by the public.

PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini, teknologi berkembang sangat pesat. Salah satu teknologi yang berkembang saat ini adalah internet. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh[1] Susanto (2017), para politisi cenderung menggunakan 2 media dalam berkampanye yaitu media sosial dan media massa. Kedua media tersebut memiliki karakter yang berbeda dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Media sosial merupakan pendukung jaringan komunikasi politik dalam demokrasi bernegara karena media sosial tidak terikat oleh status sosial, ekonomi dan politik. Terkait dengan media sosial penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh[2]Siagian (2015) yang menjelaskan bahwa media sosial dapat dijadikan sebagai sarana penyampain pesan pesan politik kepada masyarakat secara cepat, mudah dan tepat. Namun, dalam melakukan itu seorang komunikator politik harus mempunyai strategi dan kerja politik yang terstruktur juga profesional. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh[3]Fatimah (2018) yang menjelaskan bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam kampanye politik diperlukan adanya perencanaan dan pembentukkan tim yang cukup dalam memaksimalkan strategi.

Setiap politisi memiliki berbagai strategi yang digunakan dalam mencapai target calon pemilihnya. Nampaknya media sosial dapat digunakan sebagai salah satu sarana yang tepat dalam berkampanye terutama dikalangan calon pemilih muda. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh[4] Octafitria (2014). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa media sosial cenderung dijadikan sebagai refrensi utama atau agen sosialisai politik oleh para pemilih pemula pada pemilihan umum tahun 2014 . Tak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh[5]Nuari and B (2014) yang menyebutkan bahwa pada tahun tersebut kampanye di media sosial memiliki hubungan yang signifikan terhadap partisipasi pemilih pemula. Begitupun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh[6]Perangin-angin and Zainal (2018) yang menjelaskan bahwa media sosial juga dapat memberikan wawasan dan memotivasi para pemilih pemula untuk bisa melek politik . Hal itu juga dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh[7] Pradana (2017) bahwa media sosial memberikan cukup besar yaitu sebesar 54,79% dan sisanya disebabkan oleh faktor - faktor lain. Pemilih muda cenderung memilih politisi yang aktif dalam memberikan informasi di media sosial. Hal itu merupakan hasil penelitian dari[8]Haloho, Rembang, and Waleleng (2016).

Pada pemilihan 2014 platfrom media sosial yang sering digunakan untuk berkampanye dan membawa pengaruh besar adalah twitter, facebook dan youtube. Hal tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh[9]Ardha (2014) . Berdasarkan hasil penelitian dari[10]Zinaida and Maharani (2013) , twitter berpengaruh terhadap perilaku dan sikap politik para pemilih pemula. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh[11] Budiyono (2016) yang menjelaskan bahwa media sosial Facebook dapat digunakan oleh para politisi untuk menyampaikan visi dan misi. Melalui facebook juga masyarakat dapat merespon secara langsung apa yang disampaikan oleh para politisi . Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh[12] Ratnamulyani and Maksudi (2018) menunjukkan bahwa media sosial akan bekerja secara optimal apabila para politisi mengunggah konten yang menarik di media sosial.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang telah kami tinjau, sehingga kami akan melakukan penelitian mengenai Penggunaan Media Sosial Terhadap Sikap Mahasiswa UNJ dalam Menentukan Capres dan Cawapres 2019. Berdasarkan judul tersebut, sehingga perumusan masalahnya adalah bagaimana penggunaan media sosial terhadap sikap mahasiswa UNJ dalam menentukan Capres dan Cawapres 2019.

Berdasarkan judul dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan media sosial terhadap sikap mahasiswa UNJ dalam menentukan Capres dan Cawapres 2019. Dalam bidang teori, hasil penelitian ini akan mengembangkan kajian ilmu komunikasi politik. Sedangkan dalam bidang praktisi, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para praktisi komunikasi politik.

Dalam penelitian ini digunakan teori efek pengaruh media sebagai pisau bedah fenomena. Menurut Blumer dan Katz dalam[13]Rakhmat (2012) uses and gratifications merupakan pengguna media yang berhak dan berperan aktif dalam menentukan, menggunakan, atau mencari media yang dapat memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan masyarakat dapat berupa kebutuhan kognitif, afektif , dan integratif.[14]Romli (2016) berpendapat bahwa teori uses and gratifications merupakan peran aktif yang dilakukan oleh pengguna media dalam menentukan sumber media yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan.

Biasanya teori uses and gratifications digunakan untuk penelitian kuantitatif, akan tetapi dalam tesis yang berjudul pemenuhan kebutuhan musik dari media dan pengaruhnya terhadap perilaku mahasiswa FISIP UI oleh[15]Adhani (2014) . Penelitian tersebut menggunakan teori uses and gratifications dalam meneliti penggunaan media untuk mencari kebutuhan musik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa motif penggunaan media dalam kebutuhan musik dapat mempengaruhi perilaku sehari-hari karena menentukan model-model yang ada dalam media.

Penelitian lainnya dilakukan oleh[16]Rifefan (2014) Muhamad Rifefan dengan skripsi yang berjudul pengaruh penggunaan media online dalam memenuhi kebutuhan informasi akademis. Dalam penelitian tersebut teori uses and gratifications digunakan untuk meneliti penggunaan media online untuk memenuhi kebutuhan informasi akademis di Universitas Negeri yang ada di Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan dengan wawancara terhadap mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga.

Dalam perspektif teori uses and gratification audien dipandang sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama. Dengan kata lain, tingkat keaktifan audien merupakan variabel. Perilaku komunikasi audien mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai serta berdasarkan motivasi; audien melakukan pilihan terhadap isi media berdasarkan motivasi, tujuan dan kebutuhan personal mereka.

Menurut McQuail dalam[17]Kriyantono (2010), teori ini membantu media mengetahui alasan atau motif masyarakat dalam menentukan media yang digunakannya. Motif-motif tersebut terdiri dari informasi (information, identitas pribadi (personal identity), interaksi sosial (integration and social interaction) dan kebutuhan hiburan (entertaiment).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendeketan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut[18]Moleong (2018) adalah sebuah penelitian sosial yang alamiah dengan maksud memahami sebuah fenomena yang terjadi drngan cara menelaah dan memahami pandangan, perasaan, perilaku dan sikap suatu individu ataupun sekelompok orang. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut[19] Sugiyono (2014) penelitian deskriptif adalah penelitian yang menganalisis atau menggambarkan sebuah hasil penelitian tetapi kesimpulan yang digunakan tidak begitu luas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi.

Menurut Miles dan Huberman dalam[19] Sugiyono (2014) analisis data kualitatif dilakukan dengan cara berikut ini:

  1. Reduksi data, yaitu merangkum data, memilih hal-hal yang penting dan fokus terhadap hal yang pokok.
  2. Penyajian data, yaitu menyajikan data dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan lain-lain. Penyajian data ini bersifat naratif.
  3. Menarik kesimpulan, yaitu memahami atau mencari arti, penjelasan, sebab akibat, pola-pola atau proposisi.

Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Jakarta. Data diperoleh dari wawancara dengan 3 mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menggunakan media sosial untuk mencari informasi mengenai Capres dan Cawapres

Media sosial merupakan salah satu sarana yang sering digunakan dalam mecari informasi mengenai Capres dan Cawapres. Menurut informan, hal itu disebabkan karena ia sudah jarang menggunakan media lain seperti televisi atau radio dalam mencari sebuah informasi. Kemudahan mencari informasi di media sosial juga merupakan alasan lain mengapa informan menggunakan media sosial untuk mencari informasi mengenai capres dan cawapres. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan yaitu sebagai berikut.

"Pernah banget dan emang sering banget nyar informasi tentang capres dan cawapres di medsos." (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Iya sering mencari informasi tersebut di medsos karena emang sekarang ini kalo nyari apa apa udah pake medsos aja. Dan menurut saya lebih mudah cari di medsos dibanding media lain." (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

Mengisi waktu luang dengan melihat media sosial dari Capres dan Cawapres

   Melihat media sosial capres dan cawapres merupakan kegiatan yang cukup sering dilakukan dalam mengisi kegiatan di waktu luang. Hal tersebut biasanya dilakukan karena ingin tahu apakah ada berita dan kampanye terbaru di media sosial capres dan cawapres. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan yaitu sebagai berikut.

"Iya terkadang, biasanya sih kalo ngeliatin medsosnya mereka buat cari tau aja ada berita terbaru apa dan sedang melakukan kampanye apa." ( Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)

"Iya biasanya buat iseng iseng aja sih ngisi waktu." (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Menggunakan media sosial untuk memahami visi dan misi dari Capres dan Cawapres

   Capres dan cawapres menggunakan media sosial sebagai salah satu cara untuk menyampaikan visi dan misinya. Sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh mahasiswa ilmu komunikasi untuk mengetahui program kerja, visi, misi, dan informasi lainnya dari capres dan cawapres. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan dari salah satu informan yang berhasil kami wawancarai yaitu sebagai berikut.

“Iya, kadang nyari tau program dia tuh apa aja kalo nanti kepilih. Dan kadang mereka tuh pake media sosial youtube buat nyampein visi misi mereka. Saya sering liatnya biasanya disitu.” (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Selain media sosial, tak jarang capres dan cawapres menyampaikan visi dan misi melalui selembaran yang mereka berikan kepada masyarakat seperti brosur. Hal tersebut berkaitan pula dengan pernyataan salah satu informan yaitu sebagai berikut.

“Iya saya tau dari medsos, tapi selain itu saya juga tau dari selembaran yang biasa mereka kasih tuh. Kan suka ada yang kampanye di jalan-jalan gitu, nah saya dapet dari situ.” (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Informasi mengenai visi misi Paslon tersebut mudah untuk dipahami

   Mengenai informasi visi misi dalam capres dan cawapres cukup mudah untuk dipahami karena unggahan informasi tersebut disampaikan dengaan bahasa yang mudah diingat dan dipahami. Namun, ada beberapa informasi yang harus dipelajari lebih lanjut. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan kami yaitu sebagai berikut.

"Pasangan capres dan cawapres sebagian visi misinya ada yg mudah dipahami dan ada yang untuk di telaah lebih lanjut" (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Iya mudah dipahami karena tim sukses dari capres dan cawapres tersebut biasanya menciptakan konten dengan bahasa yang mudah diingat dan dipahami.” (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20 

Bertukar informasi mengenai Capres dan Cawapres dengan teman di sosial media

Informasi yang disampaikan oleh capres dan cawapres beragam, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat. Dalam hal ini, pertukaran informasi sangat penting agar masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya masing-masing. Pertukaran informasi dengan teman di media sosial dapat berupa isu yang sedang sering diperbincangkan, kasus yang terjadi, program kerja, dan lain sebagainya. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan yang berhasil kami wawancarai.

“Misalnya ada isu atau kasus atau program kerja dari capres dan cawapres biasanya saya share ke temen baik yang satu pandangan politik atau beda. Biasanya di share ke temen buat bertukar pendapat aja sih.” (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

   Pertukaran informasi mengenai capres dan cawapres tidak hanya dilakukan melalui media sosial, akan tetapi dapat dilakukan secara langsung atau tatap muka. Seperti kedua informan kami dalam pernyataannya yang disampaikan berikut ini.

“Kalo bertukar informasi di medsos, saya gak pernah. Saya lebih seneng ngobrol langsung aja gitu. Biasanya saya kalo ngomongin politik itu sama keluarga soalnya kan yang satu pandangan sama saya. (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

“Saya jarang sih kalo bertukar informasi di medsos, saya lebih seneng tatap muka, ngobrol langsung aja gitu” (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

Mengikuti pemilihan umum 2019 dan alasan memilih Capres dan Cawapres

   Mengikuti pemilihan umum 2019 dan memberikan hak suara dalam menentukan capres dan cawapres. Namun, pemberian hak suara tersebut tidak didasari hanya karena media sosial. Menurut informan, media sosial hanya sebagai sarana mereka dalam meningkatkan pengetahuan mengenai capres dan cawapres tersebut, misalnya untuk mengetahui visi dan misi ataupun program kerja yang akan dijalankan. Pandangan politik individu mengenai capres dan cawapres merupakan alasan mengapa informan memilih salah satu capres dan cawapres pada saat pemilihan umum 2019. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan dari informan yang berhasip kami wawancarai.

"Tidak karena medsos tapi karena mempunyai pandangan sendiri." (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Engga sih, biasanya medsos cuman dijadiin buat nambah pengetahuan aja kayak buat tahu visi, misinya sama program kerja yang akan dijalankan. Kalo buat nentuin pilihan itu karena punya pandangan politik sendiri aja." (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Menandatangani petisi online mengenai Capres dan Cawapres di media sosial

   Menandatangani petisi di media sosial mengenai salah satu capres dan cawapres merupakan hal yang tidak pernah dilakukan. Menurut informan, hal itu dilakukan karena tidak ingin menunjukkan pilihan capres dan cawapres dan menjadi pemilih yang netral agar pemilihan umum dapat terlaksana secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan informan yang berhasil diwawancarai yaitu sebagai berikut.

"Tidak pernah menandatangani." (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

" Engga, karena tidak nunjukkin siapa yang dipilih di medsos, saya netral karena berusaha menciptakan pemilu yang luberjurdil." (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Media sosial sebagai sarana menyampaikan dukungan kepada salah satu pasangan Capres dan Cawapres

   Media sosial tidak menjadi sarana untuk menyalurkan dukungan kepada salah satu pasangan capres dan cawapres. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan yaitu sebagai berikut.

"Tidak dengan media sosial untuk menyalurkan dukungan.” (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Tidak mendukung atau menjatuhkan paslon.” (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

Media sosial menjadi salah satu sarana untuk menunjukkan protes kepada Capres dan Cawapres

   Dalam masa pemilu, kedua pasangan capres dan cawapres berusaha untuk menarik perhatian masyarakat. Akan tetapi, program kerja atau visi dan misi yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dapat menimbulkan ketegangan sosial berupa protes. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan kami.

“Iya pernah cuma jarang, soalnya biasanya apa yang mau saya protes atau kritisi udah diwakilin sama orang lain di medsos. Biasanya saya protes tuh kalo ada program kerja yang kurang sesuai.” (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

   Akan tetapi, hal tersebut dihindarkan oleh informan lainnya karena akan menimbulkan keributan baik antar pendukung pasangan capres dan cawapres, maupun capres dan cawapres itu sendiri. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan yang berhasil kami wawancarai.

“Saya gak pernah protes di medsos, soalnya takut ada keributan. Apalagi kalo di medsos itu kan seluruh orang bisa baca apa yang saya sampaikan, terus kalo ada yang gak suka sama pendapat saya nanti yang ada malah ribut.” (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Media sosial sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Capres dan Cawapres

   Komunikasi yang dilakukan di media sosial capres dan cawapres biasanya tergolong satu arah karena hanya menyampaikan komentar kepada salah satu pasangan capres dan cawapres. Hal itu dilakukan dengan cara menjawab unggahan ataupun membuat unggahan di akun media sosial pribadi dan menyebut nama akun pasangan capres dan cawapres tersebut. Hal ini berkaitan dengan pernyataan yang berhasil dikumpulkan dengan informan yaitu sebagai berikut.

   "Pernah palingan kayak ngeshare instagram stories di akun pribadi terus di tag akun capres dan cawapres yang dituju." (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Pernah lebih tepatnya berinteraksi lewat komentar di twitter." (Hasil wawancara dengan MR pada tanggal 1 Desember 2019)20

Media sosial sebagai sarana yang efektif dalam menyapaikan pesan kepada Capres dan Cawapres

   Penggunaaan media sosial bisa dikatakan sarana yang tidak efektif. Menurut informan, biasanya akun media sosial tersebut dikelola oleh tim, mungkin akan efektif apabila pesan yang disampaikan menjadi viral sehingga bisa saja dibaca oleh pasangan capres dan cawapres. Bertatap muka dengan capres dan cawapres saja merupakan hal yanh sulit, apalagi dengan menggunakan media sosial. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan informan yaitu sebagai berikut.

"Tidak efektif apabila di media sosial karena bakalan sulit jika tidak bertatap muka secara langsung dan apabila bertatapan muka secara langsung itu dianggap sulit juga." (Hasil wawancara dengan RDH pada tanggal 1 Desember 2019)20

"Tidak bisa dibilang efektif karena ada capres dan cawapres yang akunnya di kelola oleh tim capres dan cawapres tersebut. Mungkin kalo pesan yang disampaikan seseorang jadi viral bisa mengakibatkan tokoh capres dan cawapres tersebut mungkin melihat pesan tersebut. Kalau capres dan cawapres ingin menyampaikan pesan untuk masyarakat luas bisa efektif karena saat ini banyak masyarakat yang menggunakan akun media sosial untuk mecari informasi." (Hasil wawancara dengan AKR pada tanggal 1 Desember 2019)20

KESIMPULAN

Media sosial bukan merupakan sebuah alasan dalam menentukan pilihan capres dan cawapres 2019. Hal tersebut dikarenakan setiap individu mempunyai pandangan politik sendiri. Media sosial digunakan sebagai salah satu sarana untuk mencari informasi mengenai capres dan cawapres 2019. Informasi yang sering didapatkan pada media sosial adalah program kerja, visi dan misi. Biasanya informasi yang diunggah oleh capres dan cawapres 2019 mudah untuk dipahami karena menggunakan bahasa yang mudah diingat dan dipahami. Namun terdapat beberapa informasi yang harus dipelajari lebih lanjut lagi. Selain itu, media sosial dapat menjadi sebagai salah satu media yang efektif dalam menampung aspirasi masyarakat apabila capres dan cawapres dapat menanggapi pesan yang disampaikan oleh masyarakat.

References

  1. Susanto E H, Media Sosial Sebagai Pendukung Jaringan Komunikasi Politik. Jurnal ASPIKOM. 2017; 3(3):379-379.
  2. Siagian H F, Pengaruh dan Efektivitas Penggunaan Media Sosial Sebagai Saluran Komunikasi Politik Dalam Membentuk Opini Publik. Al-Khitabah. 2015; 11(1):17-26.
  3. Fatimah S, Kampanye sebagai Komunikasi Politik: Esensi dan Strategi dalam Pemilu. Resolusi: Jurnal Sosial Politik. 2018; 1(1):5-16.
  4. Octafitria Y, Media Sosial Sebagai Agen Sosialisasi Politik Pada Kaum Muda. Indonesian Journal of Sociology and Education Policy. 2014; 1(1):13-34.
  5. Nuari R, B Yustiana, Pengaruh Kampanye Capres-Cawapres Di Media Sosial Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula Pada Pemilihan Presiden 2014 ( Studi Pada Mahasiswa Fisip UI ). 2014.
  6. Perangin-angin Loniala Lanolo Krina, Zainal M, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Bingkai Jejaring Sosial Di Media Sosial. Jurnal ASPIKOM. 2018; 3(4):737.
  7. Pradana Y, Peranan media sosial dalam pengembangan melek politik mahasiswa. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan. 2017; 14(2):139-139.
  8. Haloho Elise E., Rembang Max, Waleleng Grace, Peran Media Sosial Terhadap Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Manado 2016. E-Journal “Acta Diurna". 2016; 5(3)
  9. Ardha B, Sosial Media Sebagai Media Kampanye Partai Politik. Jurnal Visi Komunikasi. 2014; 13(1):105-120.
  10. Zinaida R Rahma Santhi, Maharani Dwi, Pengaruh Sosial Media Terhadap Sikap Politik Pemula Di Kota Palembang. Journal of Chemical Information and Modeling. 2013; 53(9):1689-1699.
  11. Budiyono Media Sosial Dan Komunikasi Politik: Media Sosial Sebagai Komunikasi Politik Menjelang Pilkada Dki Jakarta. Jurnal Komunikasi. 2016; 11(1):47-62.
  12. Ratnamulyani I A, Maksudi B I, Peran Media Sosial Dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih Pemula Dikalangan Pelajar Di Kabupaten Bogor. Sosiohumaniora. 2018; 20(2):154-161.
  13. Rakhmat J, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung; 2012.
  14. Romli Khomsahrial, Grasindo: Jakarta; 2016.
  15. Adhani D P, Studi Kualitatif Pemenuhan Kebutuhan Musik dari Media dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Mahasiswa FISIP UI. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI. 2014.
  16. Rifefan M, Penggunaan Media Online dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Akademisi. 2014.
  17. Kriyantono Rachmat, Kencana: Jakarta; 2010.
  18. Moleong L J, PT Remaja Rosdakarya: Bandung; 2018.
  19. Sugiyono Alfabeta: Bandung; 2014.