Abstract

Child nutrition problems is an important thing that concerns parents in maintaining growth of children. Based on observation in Medalem on june 2016 have beenfound 4 cases, is 2 obesity cases of child and 2 malnutrition cases of child. This is indicates an increase incasesof child nutrition problems from 2014. There are socialization activities of infant and child feeding and child nutrition handling by midwives and Posyandu cadres. The purpose of this study is analyze and describe the pattern of information flow about child nutrition in Medalem. The type of this study is quantitative research using communication network analysis techniques. The sample of this study is using snowball sampling techniques. The result of this study are;(1) the patter of communication network formed is Wheel network (formal), gossip network (informal) and all channels network; (2)The opinion leaders in communication network has an important role to influenceing the people who are in the area of communication nerwork;(3) Based on the pattern of communication network, the opinion leaders have high heterogeneity in the level of mastery of innovation abaout nutrition of  the toddler and choose a multi direction communication relationship in the communication process so that opinion leaders included in innovative society.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan balita tidak lepas dari asupan gizi yang harus diberikan orang tua, oleh karena membawa dampak yang sangat signifikan bagi masa depan anak. Menurut Almatsier, masalah balita gizi kurang dan gizi buruk dalam jangka panjang berpengaruh terhadap pertumbuhan jasmani dan mental anak, kekurangan gizi ini dapat berakibat terganggunya fungsi otak hingga kematian[1]Arifin (2015). Sedangkan pada masalah balita gizi lebih, dalam jangka panjang berpengaruh terhadap penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, asma bronkhiale, dan sleep apnea[2]Nugrahani (2016).

Kondisi ini dialami balita di Desa Medalem Kecamatan Tulangan, yang pada bulan Juni 2016 ditemukan 4 kasus yaitu 2 balita gizi lebih, 1 balita gizi buruk dan 1 balita gizi kurang. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kasus permasalahan gizi balita dari tahun 2014.

Di satu sisi, Pemerintah melalui Kepala Desa Medalem telah berupaya mengantisipasinya dengan mendirikan Posyandu. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.

Pada pelaksanaan posyandu di Desa Medalem, para ibu yang memiliki balita sangat antusias dengan adanya Posyandu yang diadakan setiap bulan tersebut. Program kegiatan Posyandu yang dilaksanakan meliputi pemeriksaan gizi balita, penimbangan berat badan, imunisasi, pemberian makanan pendamping ASI, sosialisasi Kader Posyandu terkait pemberian makanan bayi dan anak (PM BA) dan penanganan gizi balita.

Pada pelaksanaan Posyandu di Desa Medalem menunjukkan adanya kegiatan penyuluhan pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) dan penanganan gizi balita oleh Bidan Desa serta Kader Posyandu kepada para ibu yang mempunyai balita. Kader Posyandu di Desa Medalem sendiri berjumlah 12 orang yang terdiri ibu rumah tangga dengan usia 25-35 tahun yang telah dibekali pengetahuan melalui seminar dan workshop terkait pemberian makanan bayi dan anak (PMBA).

Berdasarkan referensi data observasi sementara, peneliti melakukan penimbangan berat badan keempat balita tersebut kemudian data berat badan yang diperoleh dibandingkan dengan Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kepmenkes RI NO.1995/MENKES//SK/XII/2010[3] RI (2010) dan dari sini ditemukan hasil bahwa 2 balita yang mengalami gizi lebih yakni Moh. Ali Bustomy usia 7 bulan dengan berat badan 13,5 kg dan Tri Aditya usia 59 bulan dengan berat badan 25 kg, 1 balita yang m engalami gizi kurang yakni Mohammad Randi Syahputra usia 50 bulan dengan berat badan 11 kg dan 1 balita yang mengalami gizi buruk yakni Mohammad Faizal Al Amin usia 22 bulan dengan berat badan 8 kg.

Dari data tersebut terlihat adanya ketidaksesuaian antara penanganan gizi balita dengan hasil pantauan di Desa Medalem, dimana dalam pelaksanaan penanganan permasalahan balita gizi kurang dan gizi buruk di Desa Medalem ini meski telah dilakukan penyuluhan secara rutin tetapi masih terdapat balita yang mengalami permasalahan gizi. Permasalahan gizi balita tersebut menurut Bidan Desa telah disampaikan kepada Kepala Desa dan perangkatnya tetapi tidak disebarluaskan ke masyarakat. Hal ini mengakibatkan masyarakat desa tidak tahu adanya kasus tersebut sehingga masyarakat tidak bisa membantu permasalahan ini.

Fenomena diatas merupakan permasa lahan dari jaringan komunikasi dalam penanganan gizi balita di Posyandu Desa Medalem. Anggota Posyandu berasal dari anggota PKK, tokoh masyarakat dan para kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diprioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya.

Menurut Rogers[4]Hardjana (2016), jaringan komunikasi adalah pola-pola interaksi yang terjadi berulang kali di antara anggota-anggota organisasi. Dalam jaringan komunikasi menunjukkan keteraturan interaksi antar anggota dan peran-peran yang harus dilaksanakan secara berulang kali.

Studi ini berawal dari pemikiran bahwa sebuah hubungan sehari-hari atau hubungan kedekatan yang dilandasi dengan kesamaan tertentu akan membentuk suatu jaringan. Sebuah jaringan merupakan hasil sebuah proses interaksi dan hubungan antar individu yang memiliki kepentingan bersama. Proses interaksi dan komunikasi tersebut dikaji melalui fenomena komunikasi. Individu-individu yang saling berkomunikasi dan saling terhubung ke dalam kelompok-kelompok yang selanjutnya saling terhubung ke dalam sebuah jaringan (Galsakiewicz & Wasserman, 1993; Monge & Contractor, 2003)[5]Monge and Noshir (2003).

Jaringan komunikasi berkembang sebagai hasil dari rangkaian interaksi para anggota organisasi baik secara formal maupun informal. Pola hubungan formal yang berorientasi pada pencapaian tujuan disebut jaringan komunikasi formal dan pola hubungan informal yang berorientasi pada kepentingan personal disebut jaringan komunikasi informal.

Figure 1. Pola Jaringan Komunikasi Formal[4]Hardjana (2016)

Figure 2. Pola Jaringan Komunikasi Informal[4] Hardjana (2016)

Jaringan komunikasi formal muncul sebagai pelaksanaan dari struktur kewenangan hirarkis yang dibangun pimpinan organisasi untuk menyalurkan informasi yang memberikan kepastian tentang pekerjaan keseluruh anggota organisasi. Dalam jaringan komunikasi formal terdapat lima jenis pola penyebaran informasi, yakni pola mata rantai (chain), pola roda (wheel),polaY (combination shape), pola lingkaran (circle), dan semua saluran (all channel).

Pentingnya jaringan komunikasi informal karena dapat juga muncul dalam jaringan gugus tugas dan jaringan tim kerja yang pada hakikatnya adalah jaringan komunikasi formal. Jenis jaringan komunikasi informal, muncul dalam jaringan komunkasi formal secara teknis disebut sebagai jaringan komunikasi tak terduga (emergent communication networks). Jaringan komunikasi tak terduga berkembang menjadi ” klik ” ketika anggota jaringan memiliki kesamaan kepentingan personal dan sosial, saat jaringan komunikasi tak terduga secara teknis menjadi ” klik ” berarti jaringan komunikasi yang jumlahnya terbatas dan eksklusif sehingga anggota pada dasarnya tidak berinteraksi dengan orang lain diluar ” klik ”. Dalam jaringan komunikasi, para anggota memiliki kedudukan dan peran masing-masing yang dapat dibedakan menjadi tujuh jenis peran, yaitu member, isolate, bridge, liaison, gatekeeper, opinion leader,dan cosmopolite.

Menurut Rogers, terbentuknya jaringan komunikasi dengan arus komunikasinya yang terpola dalam sebuah sistem sosial yang dimasuki inovasi dimungkinkan, sebab individu cenderung melakukan konfirmasi dengan mencari informasi mengenai inovasi pada anggota yang dekat secara fisik maupun sosial, serta dianggap mampu memberikan informasi tersebut. Akibatnya akan ada anggota yang dipilih dan ada anggota yang diabaikan. Keadaan yang demikian ini akan membentuk pola jaringan komunikasi diantara anggota-anggota yang bersangkutan.[6]Rogers (1983)

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pola yang dimaksud disini adalah suatu gambaran dinamika komunikasi ( the picture of communication dynamics ). Dikatakan dinamika, sebab terjadi pergerakan arus informasi ke arah- arah tertentu[7]Foss (2002), sesuai dengan pasangan komunikasi yang dikehendaki masing-masing individu. Sedangkan jaringan komunikasi merupakan struktur yang terbentuk akibat terjadinya interaksi anggota dalam menanggapi masuknya inovasi ke dalam sebuah sistem sosial. Struktur ini terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan satu sama lain melalui arus komunikasi tertentu.

Dengan demikian, menurut Rogers, pola jaringan komunikasi adalah suatu gambaran dinamika komunikasi yang membuat kita dapat mengidentifikasi struktur komunikasi yang akibat masuknya inovasi ke dalam suatu sistem sosial. terbentuk Pengertian pola disini lebih lanjut menunjukkan adanya suatu bentuk atau struktur yang relatif stabil dan perilaku anggota dapat diprediksi, dalam konteks waktu, ruang, dan isu (inovasi) yang sama.[6]Rogers (1983)

Dalam penelitian Hapsari[8]Hapsari (2016), didapatkan kesimpulan bahwa jaringan komunikasi dapat menfasilitasi analisis peran dalam kelompok advokasi, kelompok kepentingan publik, dan organisasi gerakan sosial dalam jaringan kebijakan. Artinya jaringan komunikasi berperan untuk menghubungkan orang-orang, kelompok, dan organisasi untuk bertukar informasi, pesan, sikap dan perilaku orang lain mengenai pentingnya pelestarian lingkungan hidup yang akhirnya mendorong adanya tindakan nyata dalam bentuk gerakan sosial.

Penelitian Hartanto dkk[9]Hertanto and Safitri (2016), menyimpulkan struktur jaringan komunikasi bersifat menyebar dan memusat dengan tingkat keterhubungan antar aktor yang rendah, atau dapat dikatakan bahwa hanya beberapa aktor saja yang mendominasi dalam aspek tertentu. Karakteristik individu dan usaha tani merupakan faktor pendukung dalam meningkatkan hubungan antar aktor dan peranan aktor dalam jaringan komunikasi.

Sedangkan Cindoswari[10]Cindoswari (2016) , menghasilkan kesimpulan bahwa jaringan komunikasi sosial dan ekonomi memiliki struktur jaringan komunikasi yang saling terkait, peran individu dalam jaringan komunikasi komunitas Babul Akhirat adalah peran sebagai opinion leader, cosmopolite, dan bridge.

Dari permasalahan tersebut di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini,yaitu b agaimana jaringan komunikasi dalam penanganan gizi balita di Desa Medalem Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis jaringan komunikasi untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komuniaksi dianalisis dengan menggunakan beberapa hubungan interaksi sebagai unit-unit analisis., yang dilakukan di Posyandu Desa Medalem Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, karena berdasarkan hasil observasi di desa ini ditemukan adanya permasalahan balita gizi kurang dan balita gizi buruk, meskipun secara aktual dilapangan telah rutin dilakukan kegiatan Posyandu. Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai balita dan para Kader Posyandu di Desa Medalem Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, sebanyak 26 orang, dengan teknik pengambilan sampel, snowball sampling dan teknik pengumpulan data kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diambil dari hasil kuesioenr dan wawancara yang berisi pertanyaan sosiometri sebagai pertanyaan utama, yaitu pertanyaan dengan siapa responden membicarakan informasi tentang inovasi gizi balita. Setiap responden diberikan kesempatan menunjuk paling banyak 3 orang sebagai pasangan komunikasinya yang dianggap paling sering berinteraksi dan berkomunikasi perihal gizi balita. Teknik analisis data menggunakan analisis sosiometri dan sosiogram. Sosiometri adalah cara mengukur derajat hubunggan antar orang/manusia yang diguankan untuk penilaian perilaku dalam kelompok (grup) tertentu. Sosiometri mengukur kualitas hubungan sosial seseorang individu dengan individu lain. Sosiograrm merupakan metode sistematid untuk menggambarkan secara grafis individu-individu sebagai titik-titik dan menghubungkan mereka satu dengan lainnya dengan garis dan panah berarah (Moreno dalam Rumiyati, 2013)[11]Rumiyati (2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi pilihan pasangan hubungan komunikasi ibu peserta Posyandu dengan Kader Posyandu tent ang gizi balita, beserta motif dan saluran serta prosedur komunikasi yang digunakan

Dalam menentukan motifnya, jawaban responden diklasifikasikan sesuai dengan sifat dari hubungan yang terbentuk, antara lain :

a. Hubungan a ntar personal, yakni jika antar individu yang saling berhubungan, mempunyai kedekatan emosional antar satu sama lain, menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri, bersikap tulus satu sama lain dengan menunjukkan sikap secara verbal maupun non verbal, menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lain dengan memberikan respon-respon yang relevan dan penuh pengertian.

b. Hubungan p osisional, yakni hubungan yang ditentukan oleh struktur otoritas dan tugas-tugas fungsional anggota organisasi, antara lain, hubungan atasan dengan bawahan atau sebaliknya (secara langsung) serta hubungan antar anggota dalam satu divisi atau bagian yang sama.

Adapun saluran-saluran maupun prosedur dalam kegiatan komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Saluran resmi (formal), yakni jika pesan mengalir melalui saluran-saluran komunikasi formal yang telah dibuat dan ditetapk an oleh organisasi, antara lain dalam meningkatkan kesehatan balita para Kader Posyandu dituntut untuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan sesama Kader Posyandu dalam satu lingkungan tempat tinggal maupun dengan ketuanya. Pada tingkat koordinator atau ketua, disamping berkoordinasi dengan anggotanya, juga berkoordinasi dengan kepala Desa atau lurah. Untuk komunikasi diluar saluran-saluran tersebut, dikategorikan sebagai saluran informal.

b. Prosedur komunikasi, dalam hal ini adalah bagaimana cara respo nden dalam penyampaian pesan yakni menyangkut media komunikasi yang digunakan dalam penyelesaian tugasnya, apakah dengan media komunikasi yang ditetapkan oleh organisasi (media formal), atau media lain diluar itu (media informal). Sehubungan dengan tidak adanya peraturan organisasi mengenai media komunikasi yang digunakan Kader Posyandu dalam penyelesaian tugasnya, maka prosedur komunikasi dalam setiap kegiatan komunikasi Kader Posyandu tersebut diklasifikasikan sebagai prosedur informal. Dari data yang diperoleh dalam p enelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi Kader Posyandu dalam penyelesaian tugasnya dilakukan secara lisan dan tidak lebih da ripada komunikasi interpersonal yang berlangsung tidak terlalu formal, layaknya sebuah obrolan biasa.

Di bawah ini adalah gambaran sosiogram jaringan komunikasi penanganan gizi balita di Posyandu Desa Medalem

Figure 3. Sosiogram pola arus informasi tentang gizi balita

Sumber : hasil kuesioner dan wawancara

Hasil sosiogram diatas dapat dijelaskan melalui bagian-bagian dari jaringan komunikasi, diantaranya pilihan pasangan hubungan komunikasi, motif pemilihan pasangan hubungan komunikasi, jaringan komunikasi yang terbentuk dan peran-peran dalam jaringan komunikasi.

Pilihan Pasangan Hubungan Komunikasi

Dari sosiogram diatas, didapatkan hasil pilihan pasangan hubungan komunikasi seperti dalam tabel dibawah ini:

Memilih Jumlah Presentase Dipilih Jumlah Presentase
1 2 3 3 17 6 11,5%65,4%23,1% 0 1 2 8923 11 9 3 1 1 1 42,4% 34,6% 11,6% 3,8% 3,8% 3,8%
Jumlah 26 100% Jumlah 26 100%
Table 1.Pilihan Pasangan Hubungan Komunikasi

Sumber: Sosiogram jaringan komunikasi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang memilih 1 orang sebagai pasangan hubungan komunikasinya terdapat 3 orang atau 11,5%, sedangkan yang memilih 2 orang sebanyak 17 orang atau 65,4%, sementara yang memilih 3 orang sebanyak 6 orang atau 23,1%.

Responden yang tidak dipilih sama sekali oleh responden lain sebagai pasangan komunikasi sebanyak 11 orang atau 42,4%, dipilih oleh 1 orang, sebanyak 9 responden atau 34,6%, dipilih oleh 2 orang berjumlah 3 responden atau 11,6%, dipilih oleh 8 orang sebanyak 1 responden atau 3,8% dan yang dipilih oleh 23 orang berjumlah 1 orang atau 3,8%.

Pada dasarnya dalam pemilihan pasangan hubungan komunikasinya, responden lebih didasari oleh rasa percaya bahwa hubungan komunikasinyay tersebut mampu membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Motif Pemilihan Pasangan Hubungan Komunikasi

Dalam pemilihan pasangan hubungan komunikasinya, ditemukan beberapa hal yang melatar belakangi atau yang menjadi motif dalam pemilihan hubungan komunikasi baik antar kader posyandu maupun dengan peserta posyandu, antara lain, yang pertama disebabkan adanya alasan hubungan posisional, yaitu hubungan secara struktural atau formal, yang keduadisebabkan adanya hubungan antar personal, yaitu hubungan secara personal atau informal dan yang ketiga bermotif ganda, yakni hubungan posisional dan antarpersonal. Jumlah motif pemilihan pasangan hubungan komunikasi kader posyandu dalam penanganan gizi, dapat dianalisis dalam tabel frekuensi berikut. Adapun motif disini ditujukan pada pilihan pertama responden, dimana menyangkut tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap pasangan komunikasinya tersebut berkaitan dengan gizi balita.

No. Motif hubungan Pasangan komunikasi Jumlah presentase
1. Posisional (1-2),(2-1),(2-5),(5-2), (6-2) 5 9,1%
2. Antarpersonal (1-22),(3-1),(3-12),(4-1), (4-10),(4-19), (5-1), (5-11), (6-1),(6-8),(7-1), (7-2), (8-6), (8-1),(8-9), (9-1), (9-8), (9-18), (10-1), (10-4), (11-1), (11-5),(12-1), (12-3),(13-1), (13-5), (14-1),(14-13), (15-1), (16-1), (17-1), (17-5),(18-6), (19-1), (19-4), (20-1), (21-1), (22-1), (23-1),(24-1),(24-5),(25-1),(25-5),(26-5) 44 80%
3. Posisional + Antarpersonal (1-5)(15-2),(16-2),(21-2), (22-1),(23-2) 6 10,9%
Jumlah 55 55 100%
Table 2.Motif Hubungan

Sumber : Sosiogram Jaringan Komunikasi

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada motif hubungan posisional, ditemukan 5 pasangan hubungan komunikasi atau 9,1 %, diantaranya adalah pasangan responden (6-2), yakni komunikasi vertikal yang terjadi antara seorang anggota dengan ketua ( downward communication ), sedangkan 4 pasangan hubungan lainya, saling memilih dalam penyelesaian tugasnya, yakni responden (1-2), (2-1), (2-5) dan (5-2) yang mempunyai yang sama.

Pasangan hubungan komunikasi dengan motif hubungan antarpersonal ditemukan 44 pasangan hubungan komunikasi yang terdiri dari 7 orang responden yang saling memilih yakni pasangan responden no. (1-22),(4-10),(4-19),(3-12),(8-9),(6-8) dan (5-11), sedangkan 30 pasangan hubungan hanya memilih tetapi tidak dipilih oleh pasangan hubungan komunikasinya.

Pada hubungan dengan motif ganda (Posisional + Antarpersonal ), ditemukan 6 pasangan hubungan komunikasi atau 10,9%, terdiri dari 4 pasangan hubungan komunikasi lintas saluran yakni pasangan responden No.(1-5), (21-2), (22-1) dan (23-2). Sedangkan, 2 pasangan hubungan komunikasi yakni pasangan no. (15-2) dan (16-2) merupakan pasangan hubungan yang hanya memilih tetapi tidak dipilih oleh pasangan hubungan komunikasinya.

Pola Jaringan Komunikasi Yang Terbentuk Terkait Dengan Arus Informasi Tentang Gizi Balita Di Desa Medalem Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo

Jaringan Roda

Figure 4. Jaringan Roda

Sumber : Hasil wawancara

Dari hasil penelitian dapat di ketahui bahwa dalam kegiatan komunikasi atau koordinasi antara ketua Kader Posyandu dengan ketua PKK maupun antara ketua Kader Posyandu dengan anggota Kader Posyandu membentuk j aringan roda, pada jaringan ini menggambarkan kegiatan komunikasi yang berlangsung dari bawah keatas ( Upward Communication ), yakni dalam penyelesaian tugasn ya Kader Posyandu dapat memilih para pengurus Posyandu lainnya sebagai pasangan hubungan komunikasinya, dan berlaku pada semua tingkat jabatan. Sementara itu jaringan roda dengan dimensi komunikasi horisontal terbentuk di antara Kader Posyandu. Meskipun saluran yang digunakan formal tetapi prosedur atau cara penyampaian pesan berlangsung informal selayaknya obrolan biasa.

Jaringan Urut Gossip

Figure 5. Jaringan Urut Gossip

Sumber :hasilwawancara

Jaringan di atas menunjukan bahwa responden nomor 1 menjadi pusat informasi dari semua bagian yang menjadi anggota Posyandu, termasuk Kader Posyandu no. 3,4,5 dan 6 yang juga memilih hubungan komunikasi dengan nomor 1, hal ini dikarenakan responden nomor 1 mempunyai pengalaman dibidang kesehatan dan gizi balita yakni sebagai Bidan Desa. Pada responden nomor 11,13,17,24, dan 25yang merupakan peserta Posyandu, selain memilih nomor 1 sebagai pasangan komunikasinya yang pertama, mereka juga memilih responden nomor 5 sebagai pasangan komunikasinya.Hal ini murni dikarenakan oleh kedekatan yang terjalin antara Kader Posyandu nomor 5 dengan peserta Posyandu yang memilihnya. Sedangkan responden nomor 5 yang merupakan seorang Kader Posyandu juga berkoordinasi langsung dengan responden nomor 1.

Jaringan komunikasi tersebut merupakan pola jaringan urut gos ip yang mempunyai satu orang yang menjadi rujukan responden yang lain melalui saluran komunikasi i nformal. Selain itu, dari pola jaringan komunikasi urut gosip ini menunjukan bahwa responden nomor 1tidak hanya me njadi pusat komunikasi dari sebagian peserta Posyandu, tetapi juga menjadi koordinator dengan sesama Kader Posyandu lainnya dalam penyelesaian tugasnya. H al ini tidak lepas dari pengalaman dan latar belakang responden nomor 1 sebagai seorang Bidan Desa yang mengerti tentang kesehatan dan gizi balita.

Jaringan Semua Saluran

Dalam penelitian ini jaringan semua saluran terbentuk antara lain pada responden dalam tingkatan yang sama dan mempunyai hubungan posisional dengan kedua anggota lainya, yaitu responden no 1, 2, dan 5, s eperti gambar berikut ini

Figure 6. PolaJaringan Semua Saluran

Sumber : hasil wawancara

Pada jaringan yang terbentuk diatas menunjukan bahwa anggota-anggotanya saling mempengaruhi antar satu sama lain dalam penyelesaian permasalahannya. D alam jaringan ini, diantara anggota-anggotanya mampu bertukar peran fungsional. Jaringan ini terbentuk karena hubungan posisional yang cukup erat diantara ketiganya. Hal ini dikarenakan no 1 merupakan Bidan Desa, no 2, adalah Ketua PKK Desa Medalem, dan no 5 sebagai Kader Posyandu.

Dalam jaringan ini pemecahan suatu permasalahan akan lamban.H al ini dikarenakan tidak ada pengaruh yang dominan dari salah satu anggotanya. Tetapi aksesibilitas anggota dalam menerima dan menyampaikan pesan, tidak terbatas (dapat menggunakan semua saluran).

Struktur Komunikasi

Struktur komunikasi merupakan variabel yang dapat mengidentifikasi peran seorang individu dalam jaringan komunikasi suatu sistem. Peranan dalam jaringan komunikasi adalah liaison, bridge, isolate, neglected.

Liaison adalah individu yang menghubungkan dua klik atau lebih, namun bukan merupakan anggota klik manapun. Bridge adalah individu yang menghubungkan dua klik atau lebih, dan merupakan anggota salah satu klik. Isolate adalah anggota individu yang menjadi anggota sistem, namun tidak berhubungan dengan individu lain. Neglected adalah individu yang memilih, namun tidak dipilih oleh individu lain sebagai pasangan komunikasinya. Berikut ini adalah tabel struktur komunikasi yang terbentuk dalam penanganan gizi balita di Posyandu Desa Medalem.

Struktur Komunikasi Anggota jaringan
Liaison -
Bridge 15,4 %
Isolate -
Neglected 11,5%
Struktur Komunikasi Anggota jaringan
Anggota jaringan lainnya 73,1%
100%
Table 3.Presentase Struktur Komunikasi

Sumber :hasil wawancara

Dalam pola jaringan komunikasi penanganan gizi balita di Posyandu Desa Medalem, ditemukan peran bridge yaitu sebesar 15,4 % atau 4 orang responden dari keseluruhan jumlah anggota responden yaitu 1, 2, 5, dan 6, mereka merupakan Bidan Desa. Bridge merupakan orang-orang yang membawa keterbukaan pada kliknya masing-masing sehingga memungkinkan terjadinya difusi inovasi dalam klik. Selain itu, ditemukan peran Neglected sebesar 11,5 % atau 3 orang responden yaitu 18, 20, 26. Dan 73,1% atau 19 orang responden adalah anggota jaringan biasa.

Uraian tersebut menunjukkan individu yang berperan sebagai bridge adalah mereka yang juga merupakan pemuka pendapatdan mempunyai peran sebagai Kader Posyandu dan Bidan Desa.

KESIMPULAN

Kesimpulan

  1. Jaringan komunikasi yang terbentuk adalah jaringan roda, jaringan urut gosip dan jaringan segala arah (semua saluran).
  2. Struktur jaringan komunikasi yang terbentuk adalah bridge, liason, isolate dan neglected.
  3. Pemuka pendapat dalam jaringan komunikasi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi masyarakat yang berada dalam wilayah jaringan komunikasinya.
  4. Berdasarkan pola jaringan komunikasinya, pemuka pendapat memiliki heterog enitas tinggi dalam tingkat pen guasaan inovasi tentang gizi balita dan memilih hubungan komunikasi 2 arah dalam proses komunikasinya, sehingga pemuka pendapat termasuk dalam masyarakat inovatif.

Saran

  1. Pada jaringan komunikasi yang terbentuk masih ditemukan anggota Posyandu yang kurang informasi karena keterbatasan yang dimiliki ol eh anggota tersebut. Sebaiknya K etua Posyandu lebih menigkatkan koordinasi dengan Kader Posyandu yang lain untuk lebih aktif mengamati permasalahan yang terjadi pada peserta Posyandu..
  2. danya temuan balita yang mengalami gangguan gizi balita seperti balita gizi kurang, balita gizi buruk dan balita gizi lebih menunjukkan kurangnya korrdinasi dan kerjasama Kader Posyandu secara fisik. Sebaiknya ketua Posyandu lebih memaksimalkan peran masing-masing Kader Posyandu dalam untuk mengatasi permasalahan gizi balita.
  3. Dalam penyebaran informasi, perlu adanya konfirmasi untuk mengetahui tingkat pemahaman individu anggota jaringan terhadap informasi inovasi tentang gizi balita.

References

  1. Arifin Z, Gambaran Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun Dengan Gizi Kurang Di Pondok Bersalin Tri Sakti Balong Tani Kecamatan Jabon–Sidoarjo. Midwiferia. 2015; 1(1):17-29.
  2. Nugrahani S, Perbedaan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita Usia 1-2 Tahun Dengan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Dan Bukan ASI Eksklusif Di Desa Tanggul Kulon Wilayah Kerja Puskesmas Tanggul Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. e-jurnal pustaka kesehatan. 2016; 4(2):267-272.
  3. RI Kemenkes, Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010.
  4. Hardjana A, PT. Kompad Media Nusantara: Jakarta; 2016.
  5. Monge Peter R, Noshir Contractor S, Oxford University Press: USA; 2003.
  6. Rogers E M, The Free Press: New York; 1983.
  7. Foss S W, Salemba Humanika: Jakarta; 2002.
  8. Hapsari Dwi Retno, PERAN JARINGAN KOMUNIKASI DALAM GERAKAN SOSIAL UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP. Jurnal Komunikasi. 2016; 1(1):25-36.
  9. Hertanto D, Safitri R, Analisis Struktur Jaringan Komunikasi dan Peran Aktor Dalam Penerapan Teknologi BudidayaKentang (Petani Kentang Desa Ngantru Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang). Analisis Struktur Jaringan Komunikasi dan Peran Aktor Dalam Penerapan Teknologi BudidayaKentang (Petani Kentang Desa Ngantru Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang). 2016; 27(2):55-65.
  10. Cindoswari AR, Analisis Struktur Jaringan Komunikasi Dalam Adaptasi Ekonomi, Sosial Dan Budaya Pada Paguyuban Babul Akhirat Di Kota Batam. Jurnal Komunikasi. 2016; 10(2):129-144.
  11. Rumiyati Agmes T, UT: Tangerang; 2013.