Abstract

The interaction of each student both in the classroom and in the Taruna Nusantara High School (TN-SMA) dormitory with an Indonesian multicultural background can lead to conflict. One form of conflict is bullying. Bulliying should be avoided if students have effective communication skills. However, before achieving effective communication, it must be known first the level of intercultural sensitivity which is a condition where a person is able to accept the cultural differences that are around him. The purpose of this study was to measure the relationship between the level of intercultural sensitivity and the effectiveness of communication between SMA and TN students. The research method uses quantitative research methods. The correlational research design measures the relationship between intercultural sensitivity and the communication effectiveness of Magelang High School TN students. Data from the research results indicate that there is a relationship between the level of intercultural sensitivity and the effectiveness of communication.

PENDAHULAN

SMA Taruna Nusantara (SMA-TN) merupakan sekolah menengah atas yang pertama di Indonesia dengan metode pengajaran semi militer. SMA-TN melaksanakan seleksi akademik calon siswa dari seluruh penjuru Indonesia. Interaksi setiap siswa baik di kelas maupun di asramarawan menimbulkan konflik mengingat latar belakang multikultur setiap siswa. Salah satu bentuk konflik yang muncul adalah bullying.

Pihak pengelola hingga kini terus melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap para siswa agar tidak terjadi tindak bullying yang dapat berujung kepada kekerasan. Tindakan bulliying seharusnya dapat dihindari jika siswa memiliki kemampuan komunikasi yang efektif dengan siswa yang lain. Latar belakang budaya yang beragam menyebabkan tingkat pemahaman dalam tahapan intercultural sensitivity menjadi berbeda. Intercultural sensitivity adalah kondisi dimana seseorang mampu menerima perbedaan budaya yang ada di sekitarnya.

Pada penelitian ini akan dianalisis berdasarkan kajian komunikasi antar pribadi dan komunikasi budaya dengan metode penelitian kuantitatif. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mengukur tahapan intercultural sensitivity dan hubungan intercultural sensitivity terhadap komunikasi yang efektif di kalangan siswa SMA-TN. Untuk itu target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Terindentifikasinya secara rinci tahapan intercultural sensitivity siswa SMA-TN, (2) Hubungan intercultural sensitivity dengan komunikasi efektif siswa, (3) Penguatan strategi pengembangan komunikasi antar siswa untuk mencegah praktek bullying.

Secara awam, intercultural sensitivity dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menerima perbedaan budaya yang ada di sekitarnya. Bennett mendefinisikan intercultural sensitivity sebagai “ ability to discriminate and experience relevant cultural differences ”. Tingkat intercultural sensitivity seseorang dapat tercapai melalui beberapa tahapan yang disusun dalam bentuk model Developmental Model of Intercultural Sensitivity (DMIS) sebagai berikut:

Figure 1. Formulasi terbentuknya Intercultural Sensitivity Bannet

Berikut adalah penjelasan dari setiap tahap perkembangan intercultural sensitivity menurut teori DMIS [1]Bennett, Bennett, ., ., and . (2004):

  1. Tahap Denial. Tahap denial menunjukkan sikap seseorang yang menganggap bahwa tidak ada budaya lain selain budaya miliknya. Seseorang yang masuk dalam tahapan ini tidak mengakui keberadaan budaya lain selain budayanya itu. Orang-orang yang berada pada tahap denial tidak tertarik pada fakta bahwa terdapat perbedaan budaya karena mereka tidak mengakui eksistensi budaya lain.
  2. Tahap Defense. Tahap defense menunjukkan bahwa seseorang sudah mulai mengakui adanya budaya lain namun tetap menganggap budaya yang dimiliki sebagai budaya paling baik. Tahapan defense menunjukkan adanya anggapan bahwa budaya yang melekat pada diri seseorang merupakan satu-satunya budaya yang paling maju di dunia. Tahap ini juga menganggap budaya lain sebagaiancaman.
  3. Tahap Minimization. Pada tahap ini seseorang sudah berada pada tahap menerima perbedaan budaya dan bebas dari perasaan terancam. Namun, seseorang pada tahap ini mengharapkan adanya kesamaan di antara perbedaan budaya yang ada. Oleh karena itu, orang-orang pada tahap ini berusaha untuk memaksakan nilai-nilai budayanya agar diterima oleh budaya lain dan ingin mengubah budaya lain agar memiliki kesamaan dengan budayanya.
  4. Tahap Acceptance. Tahap acceptance sudah menerima dan mengapresiasi unsur-unsur dari budaya lain. Orang-orang yang berada pada tahap ini menerima kenyataan bahwa orang yang berasal dari budaya lain memiliki nilai dan pola perilaku yang berbeda namun tetap sederajat dengan mereka sebagai manusia. Meski demikian, pada tahap ini tidak berarti bahwa seseorang memiliki persetujuan terhadap perbedaan budaya yang ada. Mereka hanya mengakui dan menerima budaya lain tanpa memberikan persetujuannya terhadap budaya lainitu.
  5. Tahap Adaptation. Pada tahap adaptation,cara pandang seseorang sudah lebih luas karena mulai memposisikan dirinya berdasarkan sudut pandang budaya lain. Pada tahapan ini, seseorang mampu memberikan respon berupa perasaan atau perilaku yang sesuai dengan konteks setiap budaya yang berbeda sehingga tingkat empatinya lebih tinggi dibanding dengan tahapan sebelumnya.
  6. Tahap Integration. Tahap integration pengalaman seseorang atas dirinya diperluas sehingga mencakup pergerakan keluar dan masuk dari budaya yang berbeda-beda.

Sementara efektivitas komunikasi menurut [2]Devito (2011). Penelitian ini menggunakan efektivitas komunikasi dari sudut pandang humanis yang mencakup lima hal dasar yaitu:

  1. Openness. Keterbukaan dalam hal ini tidak berarti bahwa harus membuka semua informasi yang ada pada diri seseorang. Namun setidaknya terdapat aspek pengungkapan diri yang tidak dibatasi oleh informasi buram.
  2. Empathy. Empati adalah kemampuan seseorang dalam merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Rasa empati dalam berkomunikasi dapat diungkapkan baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal.
  3. Supportiveness. Sikap dukungan ini dapat dilakukan dalam bentuk deskriptif, spontan, dan provisionalisme. Provisionalisme artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan lawan komunikasi.
  4. Positiveness. Sikap positif dapat mencakup afeksi maupun kognisi. Selama proses komunikasi berlangsung, sikap ini sangat penting agar tercipta suasana komunikasi yang menyenangkan. Sikap positif dapat juga ditunjukkan dengan menghargai keberadaan orang lain selama proses komunikasi berlangsung.
  5. Equality. Kesetaraan menunjukkan adanya pengakuan bahwa pihak yang terlibat dalam proses komunikasi sama-sama bernilai dan berharga. Kesetaraan juga diwujudkan dalam sikap saling menyadari bahwa setiap pihak saling berperan.

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian bersifat Eksplanatori untuk menjelaskan alasan terjadinya peristiwa, dan membentuk, memperdalam, mengembangkan atau menguji teori. [3]Silalahi (2015). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian korelasional yang mengukur hubungan antara intercultural sensitivity dengan efektivitas komunikasi siswa SMA-TN Magelang. Strategi penelitian ini menggunakan desain penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMA-TN Magelang kelas X, XI dan XII . Waktu pelaksanaan adalah tahaun ajaran2018/2019. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling .Sampel probabilitas digunakan untuk dapat merepresentasikan populasi dan dapat digeneralisasi . Pengambilan sampel untuk penelitian menurut [4]Arikunto (2010), jika subjeknya kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semuanya, jika subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya subjek dalam penelitian ini yaitu 15% dari tiap angkatan. Setiap tahun SMATN menerima 300 siswa. Jika mengacu pada tiga angkatan di kelas X,XI dan XII yang tersebar dalam beberapa kelas , maka total responden yang diambil adalah 15 %: 900 siswa, yaitu 135 siswa.

Setelah mengetahui rancangan penelitian maka akan diperoleh metode pengumpulan data eksperimen cross sectional Balnaves dalam [3]Silalahi (2015) adalah sebagaiberikut: kuesioner, wawancara (tersutruktur atau tidak terstruktur), content alaysis dan observasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional. Metode korelasional menurut (Gulford dalam Ardiyanto, 2016: 50)[5]Ardianto (2016) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Berdasarkan metode ini, hubungan antara dua variabel dapat diartikan dengan koefisiensi korelasi sebagai berikut:

<0.20 hubungan rendah sekali; lemah sekali 0,20 >0.40 hubungan rendah tetapipasti, 0.40 > 0.70 hubungan yang cukup berarti, 0.70 >0,90 hubungan yang tinggi: kuat, >0,90 hubungan sangat tinggi, kuat sekali. [6]Rakhmad (2016)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Interpretasi analisis data dengan menggunakan program IBM SPSS statistic 22.00 for windows

Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Intercultural Sensitivity (X) 135 100,0% 0 0,0% 135 100,0%
Efektivitas Komunikasi (Y) 135 100,0% 0 0,0% 135 100,0%
a. Limited to first 135 cases.
Table 1. Case Processing Summarya

Uji Validitas Variabel EfektivitasKomunikasi (y) tahap I

Dalam penelitian kami, jenis validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Untuk mengujinya digunakan teknik analisis butir (analisis item), yaitu mengkorelasikan skor setiap item pertanyaan dengan skor total variabel, dengan menggunakan teknik korelasi product moment.7

Berdasarkan output correlations (tahap 1) dapat diketahui koefisien korelasi atau r hitung dari setiap item dengan skor total variabel. Koefisien korelasi tersebut terletak pada kolom paling kanan, atau baris paling bawah. Untuk menetapkan sebuah item pertanyaan valid atau tidak, koefisien korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik pada tabel r ( a : 0.05 dan n – 2). Apabila r hitung > r tabel , berarti item tersebut valid, dan apabila r hitung ≤ r tabel berarti item tersebut tidak valid. Selain dengan cara tersebut, pengujian sebuah item valid atau tidak dapat dilakukan dengan mem bandingkan nilai Sig. ( 2-tailed ) dengan a (0.05), dimana jika probabilitasnya ≥ a (0.05) item tersebut tidak valid; dan jika probabilitasnya < a (0.05) item tersebut valid. Pengujian hipotesis, juga bisa kita lakukan dengan cara melihat apakah ada tanda * atau ** pada koefisien korelasinya. Apabila terdapat tanda * berarti valid pada a 0.05; artinya nilai koefisien korelasi product momentnya > r tabel pada a 0.05. Apabila terdapat tanda ** berarti valid pada a 0.01; artinya nilai koefisien korelasi product momentnya > r tabel pada a 0.01. Dengan demikian, apabila terdapat tanda * atau ** maka nilai Sig. (2-tailed) pasti < 0.05. Satu catatan penting yang harus diperhatikan adalah, koefisien korelasi yang dapat dinyatakan valid adalah koefisien korelasi yang positif. Oleh karena itu, meskipun terdapat tanda * atau ** pada koefisien korelasinya, tetapi apabila nilai koefisien korelasi negatif berarti item pertanyaan atau pernyataan tersebut tidak valid. Korelasi yang negatif menunjukkan bahwa pertanyaan atau pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya.

Berdasarkan hasil pengujian tahap pertama 35 item pertanyaan atau pernyataan yang ada semuanya valid. Dengan demikian secara statistik dapat disimpulkan terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan atau pernyataan tersebut. Artinya, 35 item pertanyaan yang ada tersebut mengukur aspek yang sama yakni variabel Efektivitas Komunikasi (y). Hasil pengujian tersebut juga menunjukkan bahwa item pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki validitas konstruk (Ancok, dalam Singarimbun dan Effendi, 2006: 125). [7]Singarimbun and Effendi (2006)

Uji Validitas Variabel Intercultural Sensitivity (x) tahap I

Interpretasi:

Berdasarkan hasil pengujian tahap pertama 23 item pertanyaan atau pernyataan yang ada semuanya valid. Dengan demikian secara statistik terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan atau pernyataan tersebut. Artinya, item pertanyaan yang tersisa tersebut mengukur aspek yang sama yakni variabel Intercultural Sensitivity (x). Hasil pengujian tersebut juga menunjukkan bahwa item pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki validitas konstruk (Ancok, dalam Singarimbun dan Effendi, 2006: 125).[7]Singarimbun et al. (2006)

Uji Reliabilitas Variabel Intercultural Sensitivity (x) Scale: ALL VARIABLES

N %
Cases Valid 135 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 135 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Table 2. Case Processing Summary
Cronbach's Alpha N of Items
,986 23
Table 3. Reliability Statistics

Interpretasi:

Oleh karena item pertanyaan atau pernyataan yang tersisa semuanya valid, maka dapat dilanjutkan ke pengujian reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas ini menggunakan teknik sekali ukur ( one shot technique ). Artinya, pengukuran hanya dilakukan satu kali, tidak dilakukan pengukuran ulangan.[8] Hadi (1991) Pada bagian atas output RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA) di atas, digunakan teknik alpha cronbach, dan koefisien reliabilitas yang dihasilkannya disebut koefisien alpha. Mendasarkan pada teknik ini, sebuah instrumen dinyatakan reliabel jika koefisien alpha > r tabel ( a : 0.05 dan n – 2) berarti instrumen tersebut reliabel, dan apabila koefisien alpha ≤ r tabel ( a : 0.05 dan n – 2) berarti instrumen tersebut tidak reliabel. Berdasarkan pada output RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA), diketahui koefisien alpha sebesar 0.986. Nilai r tabel pada a : 0.05 dan n – 2 ( 135 – 2) diketahui sebesar 0.176. Dengan demikian, instrumen dapat dinyatakan reliabel. Artinya, apabila instrumen tersebut digunakan kembali untuk mengukur variabel yang sama akan menghasilkan data yang relatif sama.

Correlations
Intercultural Sencitivity (X) Efektivitas Komunikasi (Y)
Intercultural Sencitivity (X) Pearson Correlation 1 ,994**
Sig. (2-tailed) ,000
N 135 135
Efektivitas Komunikasi (Y) Pearson Correlation ,994** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 135 135
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Table 4. Korelasi Product Moment

Interpretasi :

Out put koefisien korelasi product moment dapat kita lihat pada bagian Correlations. Untuk mengetahui nilai koefisien korelasinya, lihat pada pertemuan antara kolom variabel x dengan baris pada variabel y, yakni pada Pearson Correlation.

Dengan demikian koefisen korelasi antara Intercultural Sensitivity ( x ) dengan Efektivitas Komunikasi (y) atau r x1 y sebesar 0,994. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,994 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat antara variabel x dengan y; dengan arah positif. Artinya semakin tinggi Intercultural Sensitivity semakin tinggi pula Efektivitas Komunikasi, dan semakin rendah Intercultural Sensitivity semakin rendah pula Efektivitas Komunikasi. Untuk menguji hipotesis penelitian, apakah H0 diterima atau ditolak, apabila tidak menggunakan tabel r product moment, kita bandingkan nilai Sig. (2-tailed) dengan a (0.05), dimana jika probabilitasnya ≥ a (0.05) H0 diterima; dan jika probabilitasnya <a (0.05) H0 ditolak. Oleh karena probabilitasnya di bawah 0,05 (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Dengan demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Intercultural Sensitivity ( x ) dengan variabel Efektivitas Komunikasi (y), dan hubungan tersebut dapat digeneralisasikan ke populasi dimana sampel tersebut kita ambil. Pengujian hipotesis, juga bisa kita lakukan dengan cara melihat apakah ada tanda * atau ** pada koefisien korelasinya. Apabila terdapat tanda * berarti signifikan pada a 0.05; artinya nilai koefisien korelasi product momentnya > r tabel pada a 0.05. Apabila terdapat tanda ** berarti signifikan pada a 0.01; artinya nilai koefisien korelasi product momentnya > r tabel pada a 0.01. Dengan demikian, apabila terdapat tanda * atau ** maka nilai Sig. (2-tailed) pasti < 0.05.

Analisis Regresi Linier Sederhana (x Terhadap y)

Variables Entered/Removed a
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Intercultural Sencitivity (X)b . Enter
a. Dependent Variable: Efektivitas Komunikasi (Y)
b. All requested variables entered.
Table 5. Regression
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,994a ,988 ,988 2,480
a. Predictors: (Constant), Intercultural Sencitivity (X)
Table 6. Model Summary
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 68386,081 1 68386,081 11120,113 ,000b
Residual 817,919 133 6,150
Total 69204,000 134
a. Dependent Variable: Efektivitas Komunikasi (Y)
b. Predictors: (Constant), Intercultural Sencitivity (X)
Table 7.ANOVA a
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,718 1,154 ,622 ,535
Intercultural Sencitivity (X) 1,519 ,014 ,994 105,452 ,000
a. Dependent Variable: Efektivitas Komunikasi (Y)
Table 8. Coefficients a

Analisis dan Interpretasi :

Persamaan umum regresi linier sederhana adalah y ’ = a + bx. Untuk menyusun persamaan regresi linier sederhananya, perhatikan out put Coefficients a. Nilai a diperoleh dari nilai pada baris ( constant ) dan kolom B pada UnstandardizedCoefficients. Sedangkan nilai b diperoleh pada baris Intercultural Sensitivity dan kolom B pada Unstandardized Coefficients. Dengan demikian, persamaan umum regresi linier sederhananya adalah: y ’ = 0,718 + 1,519 x1.

Nilai a atau constanta atau ( constant ) pada persamaan tersebut disebut intersep y, menunjukkan nilai y yang diharapkan ketika x1 = 0. Dengan demikian, nilai a sebesar 0,718 menunjukkan nilai Efektivitas Komunikasi ketika Intercultural Sensitivity nya = 0.

Nilai b pada persamaan tersebut disebut koefisien regresi atau slope, yang menunjukkan perubahan nilai y (meningkat atau turun) untuk tiap-tiap perubahan dari satu unit atau satuan dalam x1. Dengan demikian, nilai x1 = 1,519 menunjukkan bahwa setiap perubahan satu satuan atau unit nilai x1 akan meningkatkan (karena tandanya positif) nilai y sebesar 1,519.

Guna menguji apakah persamaan y ’ = 0,718 + 1,519 x1 dapat digunakan untuk memprediksi perubahan variabel y berdasarkan perubahan variabel x1 -nya, kita lakukan uji signifikansi, dengan cara membandingkan Fhitung dengan Ftabel.Nilai Fhitung dapat dilihat pada bagian ANOVAb kolom F, yang menunjukkan sebesar 11120,113. Atau dengan membandingkan nilai Sig. pada bagian ANOVAb dengan a (0.05), dimana jika probabilitasnya ≥ a (0.05) H0 diterima; dan jika probabilitasnya <a (0.05) H0 ditolak. Oleh karena probabilitasnya di bawah 0,05 (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Dengan demikian, variabel Intercultural Sensitivity ( x ) berpengaruh secara signifikan terhadap Efektivitas Komunikasi (y), dan dapat digeneralisasikan ke populasi dimana sampel tersebut kita ambil. Atau persamaan y ’ = 0,718 + 1,519 x1 dapat digunakan untuk memprediksi perubahan variabel y, apabila variabel x1 -nya kita ubah. Sementara itu berdasarkan out put model summary di atas dapat diketahui nilai R Square sebesar 0,994 hal ini berarti bahwa 99,4 % Efektivitas Komunikasi dapat dijelaskan oleh Intercultural Sensitivity sedangkan sisanya (100% - 99,4 % = 0,6 %) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil olah data yang diperoleh di atas, dapat diketahui bahwa variabel Intercultural Sensitivity ( x ) berpengaruh secara signifikan terhadap Efektivitas Komunikasi (y), dan dapat digeneralisasikan ke populasi dimana sampel tersebut kita ambil. Atau persamaan y ’ = 0,718 + 1,519 x1 dapat digunakan untuk memprediksi perubahan variabel y, apabila variabel x1 -nya kita ubah. Sementara itu berdasarkan out put model summary di atas dapat diketahui nilai R Square sebesar 0,994 hal ini berarti bahwa 99,4 % Efektivitas Komunikasi dapat dijelaskan oleh Intercultural Sensitivity sedangkan sisanya (100% - 99,4 % = 0,6 %) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

Secara garis besar terdapat tahapan dalam proses yang ada dalam intercultural sensitivity mulai dari tahap satu hingga tahap ke enam. Meskipun tidak 100% responden berada pada level ke enam dalam tahap intercultural sensitivity tapi setidaknya sudah cukup banyak yang memberikan toleransi terhadap keberagaman budaya yang ada di antara responden pada penelitian ini.

Tidak hanya itu, dari pihak sekolah sendiri juga memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam peningkatan level intercultural sensitivity para siswa. Hal tersebut dapat dilihat antara lain dari kegiatan dua tahunan yang rutin diselenggarakan oleh sekolah SMA Taruna Nusantara Magelang yakni festival budaya yang pada tahun ini diselenggarakan pada tanggal 3 November 2019.

Sementara itu, pada tahap proses efektivitas komunikasi, mulai terjalin adanya rasa empatisme yang cukup kuat di antara para reseponden terkait perbedaan budaya yang ada di tengah mereka. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan dalam memahami setiap perbedaan budaya yang ada.

Selain tahap empatisme tersebut, juga muncul keterbukaan di antara responden dalam berkomunikasi dengan siswa lain. Hal ini merupakan bagian penting dalam tahap efektivitas komunikasi karena dengan keterbukaan ( opennes ) maka setiap pelaku komunikasi dapat meningkatkan level kualitas dalam berkomunikasi untuk dapat diterima satu dengan yang lain hingga mencapai tahap equality ( kesetaraan ). Demikian hasil dan pembahasan dalam penelitian yang telah kami lakukan.

References

  1. Bennett J, Bennett M, Sage: Thousand Oaks, CA; 2004.
  2. Devito Joseph, Karisma Publishing Group: Tangerang Selatan; 2011.
  3. Silalahi Ulber, Refika Aditama: Bandung; 2015.
  4. Arikunto Suharsimi, PT. Rineka Cipta: Jakarta; 2010.
  5. Ardianto Elvinaro, Simbiosa Rekatama Media: Bandung; 2016.
  6. Rakhmad Jalaluddin, Simbiosa Rekatama Media: Bandung; 2016.
  7. Singarimbun Masri, Effendi Sofian , LP3ES: Jakarta; 2006.
  8. Hadi Sutrisno, Andi Offset: Yogyakarta; 1991.