Abstract
In Indonesia the ownership of online media is generally controlled only in the hands of a few people. The practice of this media conglomerate is considered a logical consequence of the development of the business world. Finally, the content of all media in Indonesia has become similar to each other and contains the interests of each media owner. For this reason, this study aims to see how online media Okezone.com and Viva.co.id in reporting Indonesia's debt reporting continues to roll throughout 2018. In analyzing, this study uses the analysis method of Zhongdang Pan and M. Gerald Kosicki framing for know how Okezone.com and Viva.co.id in framing reporting on Indonesian Debt in April 2018. The results showed that Okezone.com and Viva.coid lacked weight in framing the news. Okezone.com framed to show its alignment by posting news that constructed that Indonesia's debt was still at a safe level and debt was a natural thing. While Viva.co.id framed the news in favor of the Jokowi government. Viva.co.id emphasizes that the Indonesian government has a good ability to manage debt.
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri ideologi media sampai tingkat tertentu dapat berpengaruh pada pemberitaan media tersebut. Disamping karena adanya kepentingan kapital yang 1 tidak dapat ditepis menjadi pemutar roda produksi media, kepentingan dari pemilik media dapat memperbesar pengaruhnya pada pemberitaan media. Pengaruh tersebut kemudian bisa diidentifikasi bukan hanya pada frekuensi pemberitaan tetapi juga pada bagaimana pengemasan berita tersebut. Pengemasan berita yang dimaksud dapat berupa pemilihan kata hingga 1 pemilihan narasumber dalam pemberitaannya.
Kemudian tidak dapat disangkal akan adanya, fakta bahwa pemberitaan di media online saat ini mengalami kemunduran dengan berkurangnyasifat objektifitas. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah media online namun tidak memberikan informasi yang memuat berbagai perspektif. Perspektif ini pun dibangun sedemikian rupa untuk kepentingan para pemilik media. Informasi seperti berasal dari banyak sumber media, namun yang sebenarnya informasi saat ini menjadi terpusat di beberapa tangan pemilik media saja. Informasi akan dikontrol menjadi mana yang perlu ditayangkan dan mana yang harus ditutupi.
Seharusnya dalam jurnalisme, para wartawan dan jajaran redaksi menyajikan berita sesuai dengan hati nurani. Memang berdasarkan fakta yang real tanpa ditunggangi oleh kepentingan dari manapun, namun ini sulit dilakukan karena kekuasaan pemilik media yang sangat berpengaruh. Bahkan dunia jurnalistik mulai meragukan bahwa objektivitas itu apakah benar adanya. Pada akhirnya yang wartawan lakukan adalah meliput berita sebanyak-banyaknya untuk memberi pembaca informasi yang cukup sehingga mereka bisa memutuskan sendiri (Kovach, Rosenstiel, 2004: 45)[1]Kovach (2004) .
Independen dan objektif, merupakan dua kata kunci yang menjadi kiblat dan klaim setiap jurnalis. Akan tetapi dalam prakteknya ditemukan adanya tarik-menarik kepentingan yang bisa saja mempengaruhi bagaimana kecenderungan keberpihakan. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan denga n cara tertentu kepada khalayak (Eriyanto, 2012: 146)[2] Eriyanto (2012) . Hal ini dipengaruhi oleh ideologi media dan kekuasaan pemilik media. Konten yang disajikan akan dijelaskan kepada khalayak sesuai ideologi dan kepentingan pemilik media.
Di Indonesia kepemilikan media online secara umum dikuasai hanya di tangan beberapa orang. Media online hanya menjadi bentuk baru dari media massa. Saat ini stasiun televisi maupun surat kabar hampir seluruhnya memiliki media online sebagai bentuk baru mereka. Artinya kepemilikan media online belum mengalami disentralisasi namun hanya berubah bentuk. Praktik konglomerasi media ini dianggap sebagai konsekuensi logis perkembangan dunia bisnis.. Akhirnya saat ini konten dari semua media di Indonesia telah menjadi mirip satu sama lain dan memuat kepentingan dari masing-masing pemilik media. Hal ini diungkapkan dalam riset yang dilakukan[3]Nugroho (2012) bahwa kepemilikan media terletak di tangan politisi, pemaparan media untuk beberapa isu politik yang sensitif cenderung dikendalikan oleh beberapa kelompok tertentu yang berkuasa. Mereka mengendalikan apa yang bisa dilihat, dibaca atau didengar oleh warga (Nugroho, et al, 2012:45)[3]Nugroho (2012) .
Edward A. Ross (1938)[4]Soyomukti (2012) mengatakan bahwa media dipenuhi oleh kepentingan (kekuasaan) dan bukanlah suatu kekuatan material yang netral. Intinya dalam masyarakat yang bercorak produksi kapitalis, kehidupan media tidak menjadi mekanisme yang ideal bagi penyampaian informasi, ide-ide, dan gagasan/pemdapat. Bahkan John Dewey (1939)[4]Soyomukti (2012) secara jelas mengatakan hubungan antara media dan kapitalisme adalah sebagai berikut:
“semua kondisi ekonomi cenderung mengarah pada sentralisasidan n konsentrasi sarana produksi dan distribusi mempengaruhipers publik, baikindividu sangat menginginkannya atau tidakPenyebab yang menuntut perusahaan besar untuk menjalankanbisnis modern, dengan sendirinya mempengaruhi bisnispenerbitan.”
Ungkapan itu menunjukkan adanya kepentingan kelas ekonomi yang berkuasa untuk cenderung menggunakan segala upaya agar kekuasaannya langgeng dan bertambah: “Kelas kapitalis sebagai penguasa akan mengorganisasi media untuk menciptakan kondisi sosio-ekonomi, politik, serta stabilitas kebudayaan, yang memungkinkan pemodal besar tetap mendapatkan keuntungan, tidak peduli bagaimana kondisi rakyat banyak yang ditimbulkannya” (Soyomukti, 2012:260)[4]Soyomukti (2012).
Isu yang sedang hangat diperbincangkan pada awal hingga pertengahan tahun 2018 ini adalah isu utang Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 352,2 miliar atau sekitar Rp 4.773 triliun per akhir Desember 2017. Jumlah tersebut naik 10,1% dibandingkan posisi sama tahun sebelumnya. Kontribusi terbesar yaitu dari utang luar negeri pemerintah.
Di sisa waktu pemerintahan Jokowi, beberapa pihak mulai mengevaluasi dan mengapresiasi kinerja pemerintahan. Karena periode Jokowi hanya tersisa satu tahun yang dan memasuki tahun-tahun politik sebelum masuk pemilihan presiden di tahun 2019, maka evaluasi maupun apresiasi ini mengandung serangan-serangan dari berbagai pihak termasuk lawan politik Jokowi. Untuk itu, isu utang Indonesia ini dimunculkan oleh beberapa media.
Viva.co.id dan Okezone.com turut serta dalam memberitakan isu utang Indonesia. Sepanjang tahun 2018 isu utang Indonesia terus bergulir. Pengamatan singkat pada berita-berita Viva.co.id dan Okezone.com menunjukkan adanya perbedaan dalam pembingkaian berita. Seperti berita yang diterbitkan di Viva.co.id dengan judul “ Utang untuk Bangun Infrastruktur Dinilai Wajar ” edisi 6 April 2018, yang mana dari judul tersebut berusaha untuk menggambarkan kepada pembaca bahwa utang adalah sebuah kewajaran jika digunakan untuk membangun infrasturktur. Seperti diketahui bahwa utang meningkat dikarenakan untuk pembangunan infrastuktur yang menjadi program utama dari pemerintahan Jokowi .
Okezone news.com juga menerbitkan beberapa berita, salah satunya adalah “ BI: Faktanya Indonesia Tak Bisa Hidup Tanpa Utang”, edisi 2 April 201 8. Dalam artikel ini menggunakan Bank Indonesia sebagai narasumber, yang mana BI menyatakan bahwa utang bisa mendorong pertumbuhan dalam negeri, jika hanya menggunakan dana dalam negeri tidak akan cukup. Utang seolah menjadi wajar-wajar saja bagi Indonesia.Dari pengamatan singkat yang dilakukan oleh peneliti, dijadikan sebagai landasan peneliti untuk pemilihan media yang akan diteliti. Pemilihan Viva.co.id dikarenakan atas kepemilikan media yang dipimpin oleh politisi Aburizal Bakrie, mantan Ketua Umum Partai Golkar sedangkan Okezone.com, dimiliki juga oleh kalangan politisi, yakni Hary Tanoesoedibyo yang mana menjadi Ketua Umum Partai Perindo. Peneliti tertarik untuk membandingkan pembingkaian berita dari latar belakang pemilik media yang memiliki latar belakang politik yang berbeda.
Adanya perbedaan pembingkaian berita pada dua media online tersebut, membuat peneliti ingin meneliti bagaimana pembingkaian berita yang dilakukan oleh Viva.co.id dan Okezone.com. Dengan membandingkan beberapa berita di media kita akan menemukan kepentingan media tersebut dan bagaimana framing masing-masing media. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara kritis bagaimana framing pemberitaan utang Indonesia yang dilakukan oleh media online Viva.co.id dan Okezone.com. edisi bulan April 2018.
METODE PENELITIAN
Viva.co.id dan Okezonenews.com dipilih sebagai subjek penelitian karena kepemilikan media dari masing-masing media online yang mempunyai relevansi dengan isu yang dibahas dalam penelitian ini, yakni isu politik mengenai utang Indonesia. Pemilihan isu oleh peneliti didasarkan pada karakter aktualitas atau kebaruan pemberitaan dan melihat bahwa isu ini adalah isu politis yang menarik untuk diteliti karena relevansinya terhadap pemilik media yang dikuasai oleh elit politik.
Objek penelitian berperan sebagai data penelitian. Dalam riset ini, peneliti mengambil objek penelitian yakni bingkai pemberitaan di Viva.co.id dan Okezonenews.com yang mengangkat isu dan berita tentang utang Indonesia. Peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi. Metode ini adalah instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Tujuannya untuk mendapatan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumentasi dapat berupa dokumen publik maupun dokumen privat melalui buku-buku, makalah, dan rekaman yang berhubungan dengan judul yang diangkat dalam penelitian ( Kriyantono, 2006: 118)[5] Kriyantono (2006) . Peneliti akan memfokuskan pengumpulan data dengan menghimpun dokumen-dokumen yang menjadi objek penelitian seperti : Gambaran umum media online, struktur redaksi media online, berita-berita media online, foto-foto dan sebagainya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Media online Viva.co.id, dalam membingkai berita, Viva.co.id mengaitkan isu utang Indonesia ini dengan melihat bagaimana cara pemerintah dalam mengambil keputusannya dan juga kinerja pemerintah dalam menjaga keuangan negara agar utang ini tetap stabil dan tidak menimbulkan krisis selalu fokus terhadap birokrasi atau pemerintahan. Berita-berita yang dimuat secara umum adalah pendapat dari pemerintahan seperti Kemenkeu dan Bank Indonesia. Viva.co.id sangatlah jelas dalam memberikan pandangannya untuk pro terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi[6] Vivagroup (2018) .
Cara menuliskan judul-judul berita Viva.co.id saja sudah menunjukkan pandangannya. Judul banyak ditulis dengan melakukan nominalisasi bahwa semua bagian pemerintah dalam hal ini adalah Kemenkeu dan Bank Indonesia yang memiliki otoritas dalam kebijakan utang dan keuangan negara menilai bahwa utang Indonesia masih di level aman. Judul tersebut langsung mematahkan pendapat-pendapat yang lain. Dengan memberikan label otoritas tertentu, berita tersebut menekankan bahwa utang Indonesia dianggap masih aman.
Berita yang diterbitkan oleh Viva.co.id pada bulan April 2018 didominasi oleh berita yang memuat pernyataan dari Kemenkeu yang menjelaskan bahwa Utang Indonesia masih di level aman. Berita ini dimuat empat kali dalam sebulan. Tujuan dari pengulangan tersebut adalah jelas bagian dari konstruksi media Viva.co.id kepada pembaca bahwa fakta utang saat ini masih di level aman. Di dalam sebuh media, fakta atau realitas itu bersifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan yang tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Karena itu, realitas yang ditampilkan oleh masing-masing media berbeda-beda. Dengan cara inilah media memilih, realitas mana yang diambil dan mana yang tidak diambil (Eriyanto, 2012: 22)[2] Eriyanto (2012) . Karena itu pemilihan fakta tentang Kemenkeu yang menjelaskan bahwa Utang Indonesia masih di level aman dipilih oleh media Viva.co.id daripada fakta-fakta lain mengenai utang Indonesia.
Hal lain yang bisa dilihat adalah teks berita yang ditampilkan Viva.co.id berusaha memberikan gambaran bahwa pemerintahan saat ini bekerja dengan sangat baik. Terlihat seperti dalam berita berjudul ‘ Tiga Bulan Utang Indonesia tambah Rp 148 Triliun ’ yang isinya adalah penambahan utang oleh pemerintah namun nilainya lebih rendah dibanding tahun 2017.
Berita yang lain juga mengulang prestasi dari pemerintah tentang bagaimana pemerintah saat ini mengelola utang dengan baik. Pengelolaan ULN pemerintah, sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan produktif dan investasi. Ada juga kalimat yang menyebutkan hal ini disebabkan karena kedisiplinan pemerintah dalam mengelola utang sehingga tidak akan menimbulkan krisis seperti negara lain, ini dimuat di dalam berita sembilan. Berita lain juga menyebutkan bagaimana pemerintah mempunyai payung dalam menghadapi utang. Yaitu dengan UU PPKSA (Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan). Berita Sepuluh juga seperti itu dengan memuat pernyataan Sri Mulyani yang mempertegas kembali bahwa pemerintah sangat hati-hati, tidak ugal-ugalan dalam mengelola utang.
Hal ini dilakukan untuk lebih meyakinkan kepada pembaca bahwa pemerintah secra konstitusional mempunyai jalan keluar yang bahkan sudah diatur di dalam perundang-undangan sehingga persoalan utang Indonesia tidak akan mengalami krisis. Jadi latar berita yang dilakukan oleh Viva.co.id lebih menyetujui kepada kebijakan pemerintah saat ini, termasuk dalam kebijakan penambahan utang luar negeri. Pemerintah direpresentasikan sebagai lembaga yang memiliki penglolaan yang baik dan bisa dipercaya untuk tidak membuat Indonesia masuk ke dalam krisis ekonomi.
Begitu juga dengan judul-judul berita Okezone.com yang sudah sangat jelas menunjukkan pandangan Okezone.com. Fakta-fakta yang dipilih oleh wartawan adalah fakta mengenai kondisi utang Indonesia yang masih aman. Judul banyak ditulis dengan melakukan nominalisasi bahwa semua bagian pemerintah yang memiliki otoritas dalam kebijakan utang dan keuangan negara menilai bahwa utang Indonesia yang sudah mencapai Rp 4000 Triliyun adalah sebuah kewajaran dan masih di level aman.
Menilai utang sebagai suatu kewajaran menurut berita-berita yang diterbitkan oleh Okezone.com dikarenakan alasan APBN yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembangunan dan hal-hal lainnya. Sehingga dibutuhkan dana pinjaman luar negeri. Baginya utang bukan masalah jika digunakan untuk hal-hala yang produktif seperti pembangunan infrastruktur dan investasi yang lain.
Pandangan yang lain yaitu menilai bahwa utang Indonesia masih di level aman karena menurut UU Keuangan Negara syarat utang maksimal adalah 60% dari PDB. Dan saat ini jumlah utang masih berada di angka 30%.1 UU Keuangan Negara paling sering disebutkan di dalam berita-berita yang diterbitkan oleh Okezone.com, padahal utang yang diukur dari PDB hanyalah salah satu indikasi. Dalam perkembangannya utang tampaknya harus dikaji kembali. Sebab, batasan utang terhadap PDB menjadi terlalu sederhana.
Teks berita yang dikeluarkan oleh Okezone.com secara umum memiliki satu pandangan dengan latar pro terhadap isu utang Indonesia. Akan tetapi pandangan ini dimuat dengan informasi yang kurang berimbang. Seperti berita mengenai kritikan Rizal Ramli tentang utang yang menjadikan pernyataan Rizal Ramli sebagai pernyataan minoritas dan pernyataan dari Kemenkeu sebagai pernyataan otoritas pemerintahan. Lalu kemudian ditambahkan dengan komentar satu pihak, yaitu dari masyarakat yang pro terhadap Kemenkeu secara keseluruhan sehingga berita dari Okezone.com tidak cover both sides. Berita dengan narasumber masyarakat ini menggunakan tehnik Sinekdoke yaitu, tehnik dimana suatu bagian mewakili keseluruhan, keseluruhan mewakili sebagian, spesies mewakili genus, (Danesi, 2004: 167)[7]Danesi (2004) . Artinya dalam hal ini sebagian masyarakat yang diwawancarai mewakili seluruh masyaraka yang lain yang tidak setuju kepada Rizal Ramli.
Selama bulan April 2018, berita mengenai kritikan Rizal Ramli dimuat dua kali oleh Okezone.com. Berita dengan tema tersebut mendapatkan pengulangan oleh Okezone.com sebagai fakta yang harus disampaikan kepada pembaca berita bahwa pernyataan yang serupa adalah pernyataan minoritas dan salah dengan framing bahwa Rizal Ramli pernyataannya tidak berdasarkan data yang ada. Inilah cara Okezone.com dalam mengonstruksi beritanya. Fakta-fakta yang dimunculkan adalah hal-hal yang berkenaan dengan hal positif terhadap kebijakan utang Indonesia dan menjadikan kritik dari orang-orang yang kontra adalah sebuah pernyataan yang tidak patut untuk diikuti.
Bisa disimpulkan kedua media tidak berimbang dalam menyajikan berita, dan juga masing-masing media pernah memuat berita yang tidak jelas dimana berita itu diambil, sehigga berita tersebut bersifat fatal dan tidak memenuhi kode etik jurnalistik. Meski para wartawan mengklaim bahwa mereka objektif dan imparsial dikarenakan adanya standar dan etika profesional, namun integritas profesional dikompromikan oleh sejumlah faktor. Pemilik media memiliki hak veto terhadap keputusan para editor. Para editor seringkali mengesampingkan pendapat dari para reporter.
Tentunya dalam membingkai pemberitaan utang Indonesia, kedua media membawa kepentingan masing-masing media. Hal ini bisa kita lihat dari ideologi dan kepemilikan dari Viva.co.id dan Okezone.com yang mana pemilik kedua media tersebut juga ikut dalam perpolitikan Indonesia. Jika dilihat dari kepemilikan media, Viva.co.id pemiliknya berasal dari Keluarga Bakrie, dimana pada tahun sebelumnya Abu Rizal Bakrie menjadi Ketum Partai Golkar.
Partai Golkar pun diketahui mendahului dari partai-partai lain untuk mendeklarasikan diri sebagai partai yang mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Menurut Yunarto, tidak heran Golkar pada akhirnya ‘ membelot ’ dari Koalisi Merah Putih dan merapat pada kekuasaan atau koalisi pemerintahan. Ia berpandangan, genetik partai politik adalah kekuasaan dan sifatnya pragmatis, sehingga semua partai tidak akan bisa bertahan lama sebagai oposisi.
Begitu juga dengan Okezone.com dimiliki oleh Harry Tanoesodibjo yang mana telah mendirikan sebuah Partai Perindo. Partai ini didirikan pada 7 Februari 2015 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Awalnya, Perindo berbentuk organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dibentuk pada 24 Februari 2013.
Menjelang tahun Pilpres 2019, Partai Perindo dengan Harry Tanoesodibjo menentukan arah politiknya. Partai Perindo akan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk memimpin Indonesia dua periode. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo saat di Istana Merdeka, Senin 5 Maret 2018.[8]Batubara (2018).
Ternyata kedua media ini berada di barisan pendukung pemerintahan. Terlihat bagaimana keduanya membingkai pemberitaan utang Indonesia yang mempunyai latar berita pro terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola utang. Tentu saja objektifitas sudah sangat tidak mungkin ada pada kedua media ini. Semua berita yang disajikan adalah berita yang mendukung kebijakan pemerintah, suara-suara mengenai pihak yang mengkritik utang pemerintah tidak dimunculkan di Viva.co.id dan Okezone.com. Meski muncul, kritikan tersebut dibingkai secara tidak objektif dengan menjadikan mereka yang mengkritik sebagai pernyataan minoritas dan tidak bisa diakui keabsahannya.
Padahal, salah satu fungsi dari jurnalisme adalah memantau kekuasaan dan menyurakan kaum yang tak bersuara. Artinya, suara-suara pihak yang mengkritik kebijakan pemerintah tentang utang Indonesia sudah sepatutnya dimuat sebagai penyeimbang dari kekuasaan pemerintah yang absolut. Dan juga media bisa membuat pemerintah bersikap transparan, untuk itu di dalam jurnalistik ada yang dinamakan tehnik investigasi, upaya-upaya awal kerja investigatif ini menjadi salah satu alasan pers diberikan kebebasan secara konstitusional. Dengan tehnik investigasi media bisa menyampaikan kepada masyarakat apa yang sesungguhnya dilakukan oleh pemerintah, sehingga pemerintah bisa transparan (Kovach, Rosentiel, 2004: 141)[1]Kovach (2004).
Kepemilikan media di tangan politisi, pemaparan media untuk isu politik yang sensitif cenderung dikendalikan oleh beberapa kelompok tertentu yang berkuasa. Pemberitaan utang Indonesia yang mana merupakan isu politik, dijadikan bahan untuk melegitimasi kekuasaan dan manuver politik.
Selain dari kepentingan pemilik media sendiri, pemerintah juga mempunyai kepentingan terhadap konten-konten berita yang ada pada media. Pemerintah mengontrol media secara langsung dengan UU Persnamun pemerintah secara tidak langsung juga mengontrol konten-konten berita yang ada pada media. Pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menentukan berita yang beredar di media. Seperti halnya yang terjadi saat Orde Baru, emerintah berupaya untuk menjadikan media massa sebagai alat produksi legitimasi bagi rezim Soeharto, antara lain melalui narasi dan simbolisasi dalam media massa yang mereka nilai mampu menjaga hegemoni (Abdullah, 2013:389)[9]Taufik (2003). Meski setelah Orde Baru, pers memasuki masa demokrasi dan kebebasan Pers, namun demi alasan kepentingan tujuan pembangunan, negara memiliki hak untuk campur tangan, atau membatasi, pengoperasian media, sarana penyensoran subsidi, dan pengendalian langsung terhadap media, dan ini sah dilakukan bagi negara berkembang seperti Indonesia karena kepentingan pembangunan.
Melihat dari hasil penelitian ini yang mana Okezone.com dan Viva.co.id selalu memuat konten berita yang pro terhadap pemerintah dan tidak memaut realitas yang lain tentang bagaimana kritikan kebijakan utang Indonesia, penulis sendiri yakin bahwa pemerintah saat ini pun masih memiliki kekuasaan untuk mengontrol berita-berita di media untuk memperkuat legitimasi pemerintahan. Padahal, pemerintah yang demokratis harus memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap pesan-pesan politik yang kritis dari media massa. Sebab kritik lewat media massa mendorong terbentuknya praktek kekuasaan yang demokratis dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat (Johnson, 2005: 54)[10]Johnson (2003) .
Singkatnya, dengan hasil analisis framing pada Viva.co.id dan Okezone.com yang menunjukkan kepentingan dari masing-masing pemilik media, penyusun sendiri membenarkan pernyataan dari Edward A. Ross (1938)[4]Soyomukti (2012) yang mengatakan bahwa media dipenuhi oleh kepentingan (kekuasaan) dan bukanlah suatu kekuatan material yang netral. Sehingga menurut penyusun sendiri masyarakat akan semakin dibingungkan dengan informasi yang disajikan oleh media, karena fakta yang ditampilkan belum tentu menjadi fakta yang sebenarnya dan informasi yang disajikan hanya menjadi bias dari kepentingan para pemilik media semata. Ini adalah bagian yang disebut secara umum sebagai “ kepentingan media ” atau “ ideologi media ”.
KESIMPULAN
Media online Viva.co.id dan Okezone.com kurang berimbang dalam membingkai berita. Penggunaan diksi pada berita dan juga cara menulis headline sudah menunjukkan keberpihakan dari masing-masing media. Bahkan kedua media tersebut pernah membuat berita yang tidak dijelaskan dimana berita itu diambil. Kedua media online juga tidak pernah memuat berita mengenai utang Indonesia dari pihak kontra, jadi yang dimunculkan berita yang secara umum pro terhadap utang. Meski sama-sama pro namun keduanya memiliki cara framing berita yang berbeda.
Viva.co.id membingkai berita dengan memuat berita yang berpihak kepada pemerintahan Jokowi. Berita-beritanya menggunakan kalimat yang men1 unjukkan kinerja yang sangat baik dari Kemenkeu dan Bank Indonesia dalam mengelola utang Indonesia. Dalam beritanya dimuat bahwa pemerintah memiliki kedisiplinan dan taat terhadap UU Keuangan Negara maupun UU PKSA, kemudian Kemenkeu sangat berhati-hati dalam mengontrol keuangan negara. Utang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk hal-hal yang produktif dan memberikan manfaat bagi negara Indonesia. Kinerja pemerintahan Jokowi ditampilkan sebagai sebuah konstitusi yang bisa masyarakat percaya dalam mengelola keuangan negara sehingga tidak akan menimbulkan krisis.
Sedangkan Okezone.com menunjukkan keberpihakannya dengan memuat berita-berita yang mengonstruksi bahwa utang Indonesia adalah suatu hal yang wajar dan masih di level yang aman. Bahkan, framing tersebut dilakukan dengan memuat berita yang informasinya kurang berimbang seperti membingkai kontroversi antara Rizal Ramli dengan Kemenkeu namun tidak memberikan ruang yang luas bagi Rizal Ramli, namun semua didominasi pernyataan dari Kemenkeu. Okezone juga mewawancarai narasumber secara sepihak (not cover both sides) dalam beritanya yang memuat pendapat masyarakat tentang debat utang antara Rizal Ramli dengan Kemenkeu, semuanya yang dimuat dalam berita tersebut adalah masyarakat yang mendukung Kemenkeu.
References
- Kovach Rosenstiel, Institut Studi Arus Informasi: Jakarta; 2004.
- Eriyanto -, LKIS: Yogyakarta; 2012.
- Nugroho Dkk, CIPG dan HIVOS: Jakarta; 2012.
- Soyomukti Nurani, Ar-Rouz Media: Yogyakarta; 2012.
- Kriyantono Rachmat, Kencana Perdana Media Group: Jakarta; 2006.
- Vivagroup Profil Perusahaan Viva Group. 2018.
- Danesi Marcel, Jalasutra: Yogyakarta; 2004.
- Batubara Puteranegara, Partai Perindo Dukung Jokowi di Pilpres 2019. 2018.
- Taufik Abdullah, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta; 2003.
- Johnson John W, USISINFO State Goverment: Jakarta; 2003.