Abstract

The City without Slums Program (KotaKu) in Samarinda Sebrang Ketupat Village has been running for one year. Weaving villages are classified as slums. The general objective of this program is to increase access to infrastructure and basic services in urban slums to support the realization of habitable, productive and sustainable urban settlements. The research method uses qualitative with in-depth interview techniques with key informants and informants and observations. The results of the study pursed on three concepts of the approach used by the KotaKu team in communicating messages to the people of the weaving village; monologic communication, dialogic communication and multitract communication. The collaboration of these three participatory communication approaches is an effective way to change people's behavior and paradigms to change their lifestyle, habits become healthier and cleaner. The suggestion for this research is that the government should carry out continuous monitoring to see the condition after the weaving village is improved.



PENDAHULUAN

Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi.

Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota.

Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkannya. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan.

Program KOTAKU didasarkan pada: 1) PERPRES No 2 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangja Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, [1]Kemenkeu (2015) mengamanatkan bahwa pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukimam kumuh, mencegah tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru dan penghidupan berkelanjutan, 2) Kementrian PUPR dalam mewujudkan sasaran RPJM tahun 2015 – 2019 Kota Tanpa Permukiman Kumuh tahun 2019, 3) Ditjen Cipta Karya Menginisiasi Pembangunan Platform Kolaborasi Program Tanpa Kumuh (KOTAKU) .

Program KOTAKU mengusung konsep percepatan penanganan permukiman kumuh dan mendukung “Gerakan 100-0-100 ” , yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Sebagaimana arah kebijakan pembangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk membangun sistem, fasilitasi pemerintah daerah dan fasilitasi komunitas (berbasis komunitas) maka KOTAKU akan menangani kota kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan peran masyarakat. Saat ini komunitas KOTAKU sulit untuk menyadarkan masyarakat kota Samarinda dalam membangun LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) untuk menangulangi pemukiman kumuh dan mencegah peningkatan kota kumuh.

Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi partisipatif, yang dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan, hak dan akses yang sama dalam memberikan pandangan, perasaan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah (Bordenave 1972 diacu dalam White 2004) . [2]White and Ascroft (2004)

Tufte dan Mefalopulos[3]Tufte and P (2009) mengungkapkan bahwa focus dari komun ikasi partisipasi adalah dialog, suara, med ia didik, aksi refleksi.

  1. Dialog

Dialog merupakan suatu prinsip komunikasi partisipasi, dalam dialog dimana peserta akan mengungkapkan usulan dengan prinsip aksi-refleksi-aksi dan komunikasi horizontal. Dalam dialog proses yang terjadi diawali dengan definisi program dimana terjadi kesenjangan informasi. Tipe masalah yang terjadi dapat berupa sosial dan ekonomi masyarakat atau isu kemiskinan dan ketidakadilan. Strategi komunikasi yang dikembangkan adalah merangkum isu yang general sehingga memperoleh gambaran yang terjadi dan dapat merangkum solusi yang ada.

  1. Suara

Suara yang sifatnya central bagi komunikasi dialogis adalah kesadaran yang terdapat dalam setiap hubungan manusia. Perhatian Freire adalah pergeseran dalam kekuasaan, menyuarakan kelompok marjinal, waktu dan ruang untuk mengartikulasikan keprihatinan mereka, mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi, dan bertindak.

  1. Media

Peran media dalam proses komunikasi patisipatif memiliki kepedulian yang sama. Mendukung dan memperkuat media masyarakat dapat memastikan kelompok yang paling terpinggirkan memiliki panggung untuk 8 menyuarakan keprihatinan mereka, terlibat dalam debat publik dan memecahkan masalah. Media merupakan akses penting membuka ruang komunikasi dan dialog, media ini membuka akses sebagai langkah dalam penilaian komunikasi partisipatif, namun yang sering tidak dibuat eksplisit dalam pendekatan komunikasi partisipatif adalah peran penting dari akses media, peliputan dan pemakaian di seluruh dunia, jadi komunikasi partisipatif juga menyangkut suara dalam lingkup publik yang dimediasi. Strategi yang lebih partisipatif menekankan media yang memungkinkan lebih banyak dialog, seperti media berbasis masyarakat, dimana media sebagai saluran komunikasi.

  1. Aksi Refleksi

Aksi refleksi dan aksi merupakan suatu penegasan yang dilakukan oleh masyarakat setelah melakukan dialog dan menghasilkan konsensus bersama. Sehingga dilakukanlah proses pemberdayaan yang didasarkan pada masalah yang ada. Dari aksi-aksi tersebut menjawab rumusan masalah yang terjadi pada masyarakat.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan pada penelitian, penelitian penulis digunakan adalah penelitian kualitatif. Hal ini dikarenakan, data yang diperoleh tidak dilakukan dengan prosedur statistic, dan data tidak berwujud angka melainkan suatu mutu atau kualitas, prestasi, tingkat dari semua variable penelitian yang biasasnya tidak bias dihitung atau diukur secara langsung, dan pendekatan tersebut mengacu pada informasi yang dikemukaan oleh[4]Burhan (2003) mengatakan, pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudansebuah makna dari gejala gejala social di masyarakat.

Fokus penelitian adalah pernyataan indicator atau factor-faktor yang akan diteliti secara lebih mendalam oleh peneliti. Maka penelitian mengemukakan indikator untuk menganalisa komunikasi pasrtisipatoris yang akan diteliti adalah [3]Tufte et al. (2009) :

  1. Komunikasi monologik. Komunikasi secara monologik dimana komunikasi yang dilakukan dengan penyampaian secara langsung kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan instruksi dan atau pengumuman, metode ini dilakukan dengan pendekatan yang bersifat massa dan persuasive.
  2. Komunikasi dialogis. Komunikasi secara dialogik dimana komunikasi yang dilakukan dengan peliba-tan masyarakat sebagai sumber dan penerima dalam menggerakkan program yang digeluti, kegiatan ini melibatkan stakeholder dari pihak-pihak yang terkait dari problematika yang dihadapi sehingga rumusan kegiatan dilakukan dengan tahapan-tahapan yang telah disepakati bersama oleh sejumlah pihak yang terkait di masyarakat.
  3. Komunikasi multi tract. Komunikasi secara gabungan dari monologik dan dialogik atau multi tract, kegiatan ini dilakukan dengan menggabungkan sejumlah komunikasi secara massa dan perkelompok dalam penyampaian pesan. Aktivitas komunikasi meng-kombinasikan penekanan kepada media sekunder dan dan primer yang menitikberatkan pada interpersonal dan dialog kesejumlah masyarakat denga melibatkan banyak pihak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembahasan peneliti akan membahas keterkaitan fakta-fakta dilapangan dengan konsep komunikasi yang ideal dengan judul Komunikasi Partisipatoris Program KOTAKU Dalam Mengurangi Kawasan Kumuh di Kampung Ketupat Samarinda Sebrang . KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang telah berjalan sejak tahun 2016 dibawah dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)

Figure 1.Visual Output Program KotaKu [5]Kemenpupr (2019)

Program ini bertujuan untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung gerakan 100-0-100 yaitu 100 % akses universal air minum, 0 % permukimam kumuh dan 100 % akses sanitasi layak.

   Kotaku akan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Program kotaku dilaksanakan di 34 provinsi yang tersebar di 269 kabupaten/kota yaitu do 11.067 desa/kelurahan. SK kumuh yang ditetapkan oleh kepala daerah kabupaten/kota dimana pemukiman kumuh yang menjadi sasaran seluas 23.656 Hektare [5]Kemenpupr (2019)

Salah satu wilayah kumuh yang telah usai digarap adalah kelurahan mesjid Samarinda Sebrang dengan luas kekumuhan sebesar 27,50 Ha dengan profil kekumuhan sebagai berikut :

26,48% Bangunan Hunian tidak memiliki keteraturan
14,58% Bangunan hunian memiliki kondisi atap, lantai, dinding tidak sesuai dengan persyaratan teknis
20,88% Kawasan pemukiman tidak terlayani jaringan jalan lingkungan yang memadai
20,00% Kondisi jaringan drainase pada lokasi pemukiman memiliki kualitas buruk
0% Masyarakat tidak terpenuhi kebutuhan minimal 60 liter/orang/hari (mandi,minum,cuci)
0,82% Bangunan hunian pada lokasi pemukiman tidak memiliki kloset (leher angsa) yang terhubung dengan tangkiseptik
24,89% Saluran pembuangan air limbah rumah tangga tercampur dengan dranase lingkungan
30,66% Sampah domestic rumah tangga pada kawasan pemukiman terangkut ke TPS/TPA kurang dari 2 minggu kali seminggu
0% Kawasan pemukiman tidak memilki ketersediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran
Table 1. Data Kekumuhan Kelurahan Mesjid Samarinda Sebrang

Berdasarkan data tersebut pemerintah melalui program kotaKu mencoba menyentuh wilayah kelurahan mesjid dari segala aspek, baik memperbaiki kondisi fisik seperti infrastruktur dan aspek kebiasaan seperti merubah pola pikir dan perilaku untuk satu tujuan yakni meningkatkan kelayakan hidup yang lebih baik.

Berikut pembahasan terkait komunikasi partisipatoris yang terurai melalui focus penelitian dengan tiga pendekatan yaitu ;

Komunikasi Monologic

Komunikasi monologic adalah pendekatan yang berorientasi sebatas pada memberikan informasi baru. Komunikasi sendiri menurut[6]Wijaya (2000) yaitu penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain, komunikasi dikatakan berhasil jika timbul saling pengertian yaitu jika kedua belah pihak dapat memahami maksud pesan tersebut. Komunikasi monologic pertama kali dilakukan dengan bentuk munculnya SK Walikota yang berbunyi bahwa kelurahan mesjid termasuk dalam kategori kumuh. Hal tersebut tertuang dalam SK Walikota Samarinda Nomor 413.2/222/HK-KS/VI/2018 tanggal 6 juni 2018 berikut beberapa wilayah yang termasuk didalam SK; 1) Karang Mumus I luasnya 28,77 hektar terletak di kelurahan Sidodadi, Dadi Mulya, Sungai Pinang luar,Bandara,Pelita, 2) Karang Mumus 2 seluas 25,79 hektar terletak dikelurahan Temindung Permai dan Sempaja Selatan,3) Muara di Teluk Lerong ilir dan Ulu dengan luas wilayah 5,97 hektar,4) Karang Asam 7,68 hektar di kelurahan Karang Asam Ilir dan Karang Anyar , kecamatan Sungai Kunjang,5) Keledang di kelurahan sungai keledang dengan luas 3.5 hektar di Samarinda Sebrang, 6) Sungai Kapih seluas 9,09 hektar tersebar di kelurahan selili, 7) Mesjid di Samarinda seluas 34,14 hektar meliputi kelurahan mesjid dan kampung tenun, 8) Kelurahan Baqa Samarinda sebrang seluas 18,39 hektar. Sebelumnya di tahun 2015 SK Walikota dengan Nomor : 413.2/028/HK-KS/I/2015 Tentan penetapan lokasi kawasan pemukiman kumuh.

Pemerintah dalam hal ini KotaKu dalam menjalankan komunikasi monologic turut menggandeang tokoh masyarakat dalam menjalankan peran sebagai opinion leader . Nantinya, opinion leader diharapkan sebagai penyambung lidah antara pemerinyah dan masyarakat dikelurahan mesjid. Opinion leader yang turut membantu adalah Bapak Samri selaku ketua RT. Opinion leader terbagi menjadi dua berdasarkan aktif tidaknya dalam perilaku[7]Nurudin (2012) ; 1 ) opinion leader aktif ( opinion giving ), apabila ia aktif mencari penerima atau followers untuk mengumumkan atau mensosialisasikan informasi. 2) Opinion leader pasif ( opinion leader seeking ) artinya opinion leader dicari oleh follower -nya, dalam hal ini follower akan aktif mencari sumber informasi kepada opinion leader sehubungan dengan permasalahan yang akan dihadapi.

Bapak Samri selaku ketua RT pada akhinya banyak memberikan kontribusi untuk program KotaKu, terbukti kelurahan mesjid mampu berbenah dan berubah menjadi tidak kumuh dalam kurun waktu yang singkat yaitu 2 tahun, meskipun hingga saat ini masih ada beberapa hal yang terus disempurnakan. Bapak Samri tergolong kedalam opinion leader aktif (opinion giving ) secara intens ia terus mendatangi masyarakat untuk menanamkan program kotaKu melalui berbagai strategi komunikasi, seperti mengajak masyarakat bersama membayangkan kedepanya apabila kampung mereka sudah tertata dengan rapi akan menarik minat pengunjung yang akan berdampak terhadap roda perekonomian masyarakat pula.

Bapak Samri juga menjalaskan tidak semua cara persuasif itu berhasil, terkadang masih ada warga yang tidak menghiraukan penjelasan tersebut. Bapak Samri biasanya meggunakan cara lain dengan mengatakan tidak akan melayani warga untuk mengurusi administrasi surat apapun jika ia tidak mendukung program tersebut.

Komunikasi monolog juga terjadi melalui pemberitahuan program kotaKu melalui poster, spanduk dan baliho. Tujuanya adalah menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang program tersebut, sehingga sebelum eksekusi dilapangan masyarakat sudah mengetahui akan program tersebut. Program KotaKu dalam komunikasi partisipatoris termasuk dalam produk inovasi. Inovasi adalah sesuatu yang dianggap baru bagi masyarakat dan diharapkan mampu memberikan perubahan kehidupa yang lebih baik Inovasi adalah barang, norma atau nilai. Metode, tehnik-tehnik bekerja, berpakaian, berorganisasi, berfikir, mengatur rumah tangga, mendidik anak dan masih banyak lagi asal dianggap baru bagi mereka dapat disebut inovasi. [8]Hamijoyo (2005)

Target 0 (nol) luas wilayah kumuh dari pemerintah tentu bukan pekerjaan yang mudah. Tahapan demi tahapan inovasi terus diperkenalkan secara berkelanjutan kepada masyarakat kelurahan mesjid. Hal yang pertama dilakukan adalah pemerintah berusaha memperkenalkan diri mereka sebelum masuk lebih dalam ke masyarakat. Tim kotaKu memilih menggunakan berbagai media seperti spanduk baliho yang dipasang dibeberapa titik kelurahan mesjid. Hal ini bertujuan sebagai sarana informasi dan komunikasi yang dapat menyentuh aspek kognitif, kemudian cara selanjutnya akan menggunakan komunikasi yang lebih intens yakni komonikasi dialog.   

Komunikasi Dialogic

Pendekatan ini berguna untuk mensejajarkan posisi komunikator dan komunikan, antara penyuluh dan masyarakat. Tujuanya diharapkan tidak terciptanya gap, kasta yang dikhawatirkan pada akhirnya membatasi arus komunikasi. Pemerintah dalam hal ini tim KotaKu yang turun ke kelurahan mesjid, kampung ketupat dalam melakukan pra observasi hingga evaluasi mayoritas menerapkan komunikasi dialog.

Merubah mindset dan membuka pola pikir baru adalah tugas yang tidak mudah, Tim memutuskan untuk datang menemui masyarakat yang dinilai memiliki lokasi rumah (infrastruktur) yang tidak rapi, misalnya seperti bangunan tersebut kamar mandinya dibangun diluar dan memakan badan jalan. Tim Kotaku biasanya memaparkan secara rinci keuntungan dan kekuranganya secara lisan menggunakan teknik komunikasi interpersonal (face to face communications) dengan konten pesan apabila bangunan rumah mereka tidak tertata seperti itu mobil ambulance yang tidak dapat masuk karena akses jalanan sempit, rumah yang padat dan tak beraturan juga dapat menghalangi mobil pemadam kebakaran jika suatu saat ada musibah kebakaran.

Dari pemaparan poin baik buruknya kondisi yang saat itu terjadi diharapkan akan timbulnya kesimpulan dan memancing reaksi baik dari masyarakat. Tim Kotaku-pun terus menerus menemui masyarakat kurang lebih 8-10 kali sampai akhirnya warga bersedia memotong bangunan dan menghibahkan bangunannya.

Seperti yang diungkapkan ibu febri, tim KotaKu memilih terjun langsung membaur dengan masyarakat dengan menggandeng tokoh masyarakat sebagai opinion leader . Komunikasi partisipatoris yang ideal dibangun melalui pendekatan bottom-up yakni pendekatan pembangunan dengan cirri dimana keputusan berorientasi kepada masyarakat. Keadaan ini sejalan dengan pendapat Rahim (2004) [2]White et al. (2004) menyatakan bahwa komunikasi partisipatif dapat diwujudkan dalam bentuk dialog. Dialog setiap orang yang terlibat didalamnya mendapatkan hak yang sama, mendapat pegakuan dari si lawan bicara dan mengharap suaranya tidak ditekan oleh orang lain atau disatukan dengan suara orang lain.[3]Tufte et al. (2009)

Dalam banyak hal rupanya peranan kepala desa, ketua kampung dan RT merupakan rangkaian opinion leader yang sedikit banyak menentukan perubahan bagi masyarakat desa. Penebaran inovasi tergantung pada penting dan urgent tidaknya suatu inovasi bagi kepala desa, apakah kepala desa langsung berhadapan dengan warga desanya untuk menyampaikan pesannya atau tidak.

Salah satu inovasi yang ditawarkan oleh tim kotaKu adalah melakukan pengecatan rumah-rumah penduduk. Keterlibatan masyarakat dalam mensukseskan kegiatan ini salah satunya dengan inisatif melaksanakan kegiatan arisan cat. Nominal yang wajib dikumpulkan adalah Rp.2000,- per-kepala keluarga nantinya hasil iuran tersebut akan dibelikan cat untuk mengecat rumah-rumah masyarakat yang tak layak dilihat secara visual.

Ide melakukan pengecat-an adalah inovasi baru bagi masyarakat kelurahan mesjid. Inovasi sendiri dinilai sebagai variable, dipengaruhi efeknya oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan : 1) kegunaannya bagi masyarakat, 2) keserasianya dengan norma-noma social yang berlaku 3) sifatnya yang mudah dilaksanakan[8]Hamijoyo (2005)

Adapun tujuan program KotaKu adalah memperbaiki akses masyarakat terahadap infrastruktur pemukimam, salah satu indicator yang harus diperbaiki adalah bangunan gedung yang meliputi ;

  1. Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk.
  2. Kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang.
  3. Ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis sistem struktur, pengamanan petir, penghawaan, pencahayaan, sanitasi, bahan bangunan.

Figure 2.Arisan Cat yang dilakukan warga merupakan Cara untuk membenahi lokasi yag dianggap kurang rapi secara visual dengan melakukann pengecatan secara bersama-sama.Sumber : Tim Kotaku Samarinda

Gambar diatas menunjukan hasil jadi kelurahan mesjid atau yang dikenal dengan kampung ketupat sudah semakin tertata secara visual hal tersebut pun kini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung local yang ingin mengabadikan gambar di kampung ketupat tersebut.

Hadiyanto[9]Hadiyanto (2008) menyatakan pendekatan komunikasi partisipatif akan mengalami kegagalan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Perlu ditumbuhkan keyakinan bahwa setiap individu atau kelompok memiliki hak sama untuk berpartisipasi secara penuh dalam membuat keputusan.
  2. Komunikasi pembangunan partisipatif harus menjamin terwujudnya kerjasama dan timbal balik pada setiap tingkatan partisipan.
  3. Komunikasi pembangunan partisipatif harus mampu menempatkan semua pihak sebagai partisipan yang setara atau tidaka ada dominasi.
  4. Komunikasi pembangunan partisipatif harus menghasilkan keputusan secara demokratis melalui proses interaksi dan transaksi terus menerus sehingga kesepakatan dapat dipertahankan.
  5. Komunikasi pembangunan partisipatif harus mampu membuka akses dan memberikan kesempatan kepada masayarakat untuk memanfaatkan semua media komunikasi yang tersedia

KotaKu bertujuan tidak sebatas merubah fisik tata pemukiman belaka namun dengan memaksimalkan program berbasis SDGs ( Sustainable Development Goals ). SDGs disusun berdasarkan tujuan pembangunan milenum (MDGs) yang telah dilakukan dari tahun 2000 sampai 2015 dan akan memandu pencapaian tujuan global yakni pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2030.

Program KotaKu termasuk dalam SDGs 11 yaitu sustainable cities and communities. Mewujudkan kota-kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. Tujuannya adalah mengenai memposisikan kota-kota pada inti pembangunan berkelanjutan ditengah pesatnya urbanisasi. Program KotaKu yang berjalan hingga sekarang melibatkan masyarakat adalah Pinjaman Dana Bantuan (PDB) yang dikelola oleh masyarakat, program ini bertujuan mempermudah permodalan usaha kecil sehingga dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf perekonomian mereka.

Komunikasi Multi tract (Gabungan)

KotaKu memilih menggunakan teknik komunikasi kolaborasi antara monolog dan dialog, meskipun pada praktiknya pendekatan lebih menitikberatkan kepada komunikasi dialog. Interaktifitas yang terus menerus dibangun oleh Tim terbilang cukup lama dan inten, bahkan dalam mempersuasi masyarakat agar sadar bahwa tata bangunanya dinilai liar dan kumuh tim harus datang kerumah masyarakat kurang lebih delapan (8) kali dengan content pesan yang sama. Hingga pada akhinya masyarakat dengan sendirinya bersedia dan mau merelakan bangunanya dipotong bahkan menghibahkan tanahnya untuk dibangun ruang terbuka hijau (RTH).

Tim juga mendampingi masyarakat dalam mengembangkan kelembagaan sepert UKM ditingkat kelurahan, KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan KPP (Kelompok Pemanfaatan dan Pemeliharaan).

Kini Program KotaKu mampu mengurangi wilayah kumuh dari yang awalnya seluas 539,18 Ha menjadi 69,65 Ha. Pada awalnya terdapat 2 pola penanganan yang berdasar pada UU No 1 tahun 2011 mengenai perumahan dan kawasan pemukiman yakni pemberdayaan masyarakat dan monitoring serta evaluasi [10]BPHN (2011). Ada 3 cara untuk wilayah peningkatan yaitu peremajaan kawasan, pemugaran dan relokasi. Kampung etupat diidentifikasi sebagai upaya peningkatan dari kumuh menjadi tidak kumuh. Strategi yang digunakan yakni memberikan sosialisasi agar kesadaran masyarakat terbentuk tentang hidup sehat.

Kegiatan yang dilakukan di kelurahan mesjid berupa program semenisasi, pembuatan pagar pembatas sungai serta bantuan seperti gerobak motor sampah. Hal itu dilakukan sayangnya jarang melibatkan masyarakat sekitar. Sehingga disatu sisi tidak dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat mengungkapkan bahwa kecewa karena yang menggarap kegiatan adalah kontraktor bukan masyarakat sekita terutama yang sudah menghibahkan tanah mereka.

Figure 3.Hasil Perbaikan jalan di kelurahan Mesjid.Sumber : Dokumentasi Tim KotaKu

Masyarakat sendiri merasa risih dengan penetapan sk walikota tentang sk kumuh dikelurahan mesjid, sebagai bentuk kesadaran mereka bersama-sama mendirikan program yang dinamai arisan cat.Program ini bertujuan untuk membantu pengecatan rumah masyarakat yang secara visual dianggap kurang layak dilihat. Selain itu sat arisan juga aktif diisi tentang cara-cara membuat bak sampah, serta bekerjasama dengan pegadaian dalam pengelolaan sampah. Bahkan selain memproduksi ketupat masyarakat diberikan pelatihan membuat hantaran, piring lidi dan lain sebagainya.

Pelatihan-pelatihan seperti membuat bak sampah, menanam bibit dan lainya adalah bentuk dari komunikasi partisipatif. Dimana keterlibatan warga local dalam mengelola potensi daerah mereka sendiri sehingga mampu membantu menaikan taraf hidup perekonomian mereka jauh lebih baik. Tetapi disayangkan hasil observasi terungkap pemberdayaan yang coba dilakukan tidak berjalan secara berkelanjutan. Sehingga seperti apa yang disampaikan Bapak Fikri selaku lurah baru di kelurahan mesjid mengatakan bahwa kampung ketupat masih belum jelas menjual daya tarik wisata seperti apa, karena sejauh ini orang-orang yang datang hanya sekedar mengambil gambar di ruang terbuka hijau yang dibangun kemudian pulang. Dikhawatirkan hal ini menjadi momok tersendiri jika tidak adanya inovasi-inovasi lainya.

Hingga saat ini kelurahan mesjid banyak menarik instansi pemerintah lainya, seperti dinas pariwisata yang berkeinginan menjadikan kelurahan mesjid menjadi salh satu destinasi wisata. Sejauh ini telah dibentuk kelompok sadar wisata dan masih terus berlanjut sosialisasi tentang ilmu pariwisata. Tim KotaKu pada akhirnya mampu memancing dinas lainnya untuk turut melakukan kolaborasi seperti dari BAPEDA, bank dan lainnya

Figure 4.Ruang terbuka hijau kampung ketupat menjadi daya tarik masyarakat Samarinda.Sumber : Dokumentasi Tim KotaKu

Terdapat beberapa hal yang dikeluhkan oleh masyarakat kelurahan mesjid yakni masyarakat tidak diikutsertakan dalam pembangunan, pemerintah malah mempekerjakan kontraktor terlebih lagi menuurt masyarakat pekerjaanya dinilai terlalu terburu buru dan hasilnya menjadi kurang bagus. Sementara ada beberapa rencana yang tertunda salah satunya adalah pembuatan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) yang tak kunjung dikerjakan padahal beberapa masyarakat sudah lama menghibahkan tanah untuk segera dibuatkan IPAL. Hal ini mengundang kekecewaan sebagian masyarakat dikelurahan masjid.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Komunikasi Partisipatoris Program KOTAKU dalam mengurangi kawasan kumuh di kampung ketupat Kelurahan Mesjid Samarinda Sebrang, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

  1. Komunikasi yang terjadi dalam pembangunan Kampung Ketupat merupakan komunikasi partisipatoris yang dirasa masih belum berkelanjutan secara mandiri.
  2. Komunikasi yang diterapkan mengkombinasikan komunikasi secara monologis, dialogis serta multi tract yang digunakan pada porsinya masing-masing. Komunikasi monologis terjadi dalam pelatihan dan penyampaian informasi mengenai pembangunan Kampung Ketupat kepada masyarakat. Komunikasi dialogis terjadi dalam terbentuknya lembaga untuk monitoring dan pertemuan masyarakat dan menjadi sarana informasi sekaligus pemecah masalah-masalah yang terjadi selama proses pembangunan.
  3. Komunikasi partisipatoris secara dialogis tidak hanya diperlukan sebagai transfer informasi dari pemilik atau penyelenggara program, tetapi juga sebagai pendekatan untuk bertukar pendapat dalam hal pembangunan Kampung Ketupat.

References

  1. Kemenkeu PERPRES No 2 Tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan Jangja Menengah Nasional (RPJMN) Tahun. Jakarta: Kemenkeu RI. 2015.
  2. White Shirley A, Ascroft Joseph, Sage Publications: New Delhi (IN); 2004.
  3. Tufte T Kom, Mefalopulos P, A Practical Guide Participatory Communication. 2009.
  4. Burhan Bungin, PT Raja. Grafindo Persada: Jakarta; 2003.
  5. Kemenpupr Tentang Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). http://kotaku.pu.go.id/page/6880/tentang-program-kota-tanpa-kumuh-kotaku.. 2019.
  6. Wijaya Adam Ibrahim Indra, Sinar Baru: Jakarta; 2000.
  7. Nurudin Mata Padi Pressindo: Yogyakarta ; 2012.
  8. Hamijoyo Santoso, Humaniora: Bandung; 2005.
  9. Hadiyanto Komunikasi Pembangunan Partisipatif: Sebuah Pendekatan Awal. Jurnal Komunikai Pembangunan. 2008; 06(2):80-88.
  10. BPHN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman. 2011.